Galakkan Perikanan Bertanggung Jawab, KKP – SFPF Sepakati Kerja Sama

Oleh rudya

Kamis, 19 September 2019

Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Sustainable Fisheries Partnership Foundation (SFPF) menandatangani memorandum saling pengertian (MSP) terkait Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan di Indonesia. Penandatanganan dilakukan oleh Sekretaris Jenderal KKP Nilanto Perbowo dan Direktur Program SFPF Blake Lee-Harwood, Selasa (17/9) di Kantor KKP, Jakarta Pusat.

Selain jajaran KKP, kegiatan tersebut juga dihadiri oleh perwakilan anggota Tim Perizinan Ormas Asing (TPOA) dari Kementerian Koordinator Polhukam, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, Badan Intelijen Strategis TNI, Baintelkam POLRI, dan Badan Intelijen Negara. Hadir pula Indonesia Country Representative Sustainable Fisheries Partnership, Purbasari Surjadi; Indonesia FIPs Director Sustainable Fisheries Partnership, Dessy Anggraeni; Senior Policy Advisor Sustainable Fisheries Partnership, Agus Budhiman, dan para mitra SFPF.

Sekretaris Jenderal KKP Nilanto Perbowo mengatakan, kerja sama ini merupakan kemitraan antara Pemerintah Republik Indonesia yang diwakili oleh KKP dengan International Non-Government Organization (INGO) yang diatur pelaksanaannya melalui PP No. 59/2016 tentang Organisasi Kemasyarakat yang Didirikan oleh Warga Negara Asing. Salah satu bentuk kerja sama tersebut adalah keterlibatan INGO/NGO Asing untuk ikut bermitra dengan KKP dalam memberikan konstribusi bagi pembangunan nasional, khususnya di sektor kelautan dan perikanan.

“Kerja sama ini telah melalui proses penjajakan dan pembahasan yang panjang dengan melibatkan Tim Perizinan Ormas Asing,” ungkapnya, dikutip laman KKP.

Direktur Sosbud dan OINB Kemenlu, Kamapradipta Ismono, dalam sambutannya juga menyatakan terbuka untuk konsultasi mengenai kerja sama ini. “TPOA tidak menghalangi kerja sama, tetapi memastikan tujuan kerja sama para pihak selaras dengan aturan dan kepentingan nasional Indonesia,” ungkapnya.

Melalui pendampingan dan advisor TPOA, KKP dan SFPF telah menyelesaikan dokumen Memorandum Saling Pengertian (MSP) yang berisikan Naskah Perjanjian, Arahan Program, dan Rencana Induk Kegiatan yang akan menjadi dasar dan panduan operasional dalam kerja sama ini.

“Saya ingin menggarisbawahi bahwa tiga hal tersebut sangat penting menjadi perhatian kita bersama. Kita memahami bahwa ini akan dilaksanakan antara SFP Foundation dan pemerintah, serta pelaku usaha dan LSM yang bergerak di bidang promoting sustainable fisheries in Indonesia, sehingga khusus pada hari ini saya mohon bantuan kepada SFPF Indonesia untuk betul-betul bisa melaksanakan isi naskah perjanjian dan rencana kerja yang telah kita sepakati bersama,” tutur Nilanto.

Ia berharap, kerja sama ini dapat menjadi katalisator bagi perikanan Indonesia untuk dapat terus berkembang.

Senada dengan hal tersebut, Direktur Program SFPF Blake Lee-Harwood mengatakan, SFPF akan membantu pengembangan sektor perikanan Indonesia dengan menjadi katalisator perikanan nasional khususnya untuk pelaku usaha bersama, LSM, dan pemerintah. Tujuannya untuk menjaga rantai pasokan makanan laut global dalam membangun kembali stok perikanan yang menurun dan mengurangi dampak lingkungan dari penangkapan dan budidaya ikan.

Tak kalah penting, SFPF akan membantu akses pasar perikanan Indonesia bagi komoditi rajungan, tuna, udang, dan kakap-kerapu, khususnya memenuhi permintaan pasar internasional dalam hal keberlanjutan (sustainability) dan ketertelusuran (traceability).

“Kita ingin membantu Indonesia membuka lebih luas akses pasar produk perikanan nasional di luar negeri. Kita sudah memiliki dua program yang cocok yaitu Fisheries Improvement Program dan Aquaculture Improvement Program,” jelasnya.

Menurut Blake, Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang luar biasa. “Untuk itu kita akan bekerja sama mengarahkan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan di Indonesia demi pemanfaatan yang optimal. Untuk mempertahankan ekosistem perairan dan laut yang sehat, mengamankan persediaan makanan laut, dan perkembangan ekonomi pada makanan laut yang bertanggung jawab,” paparnya.

Melaksanakan tujuan tersebut, Nilanto menilai Indonesia harus mulai memikirkan langkah apa selanjutnya yang akan diambil. “Semua peraturan internasional dalam pengelolaan perikanan yang awalnya begitu longgar, voluntary, hanya berupa imbauan, akhirnya memasuki wilayah yang mengikat. Tidak ada laut di manapun di dunia ini yang tidak diatur dan dikelola, termasuk di Indonesia.”

Kini ia menilai, kepedulian masyarakat dunia sudah meningkat tajam. Sebut saja kepedulian atas tertangkapnya mamalia laut yang dilindungi, kesehatan karang, perubahan iklim, dan sebagainya. “Kita semua mulai menyadari bahwa kegiatan penangkapan ikan apabila tidak diatur, dikendalikan niscaya ini akan destruktif, akan selesai sektor perikanan kita. Padahal, sebagai negara dengan pantai nomor dua terpanjang di dunia, potensi yang dapat dikembangkan sangat besar.”

Menurutnya, kepedulian dunia terhadap sektor perikanan juga terlihat dari penerapan standar traceability yang diterapkan beberapa negara. “Produk perikanan kita yang diekspor atau dikonsumsi negara maju pada khususnya dituntut pula sekarang apa betul ikan-ikan tersebut berasal dari kapal-kapal yang tidak melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan norma-norma global. Kesadaran masyarakat global sedemikian cepat dan meningkat tinggi,” lanjutnya.

Oleh karena itu, pemerintah sebagai penyelenggara negara bersama seluruh elemen masyarakat harus memanfaatkan sumber daya perikanan secara penuh tanggung jawab supaya sumber daya perikanan yang dimiliki betul-betul bisa memberikan manfaat seluas-luasnya bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.

“Dulu kita berjuang habis-habisan untuk memastikan bahwa laut Indonesia sampai dengan 200 nautical mile Indonesia yang merupakan zona ekonomi eksklusif betul-betul adalah hak rakyat Indonesia. Dahulu kita sudah mendengar cerita nelayan Indonesia di tengah laut bertemu dengan kapal-kapal besar yang beneficial owner-nya ada di luar negeri. Kapal-kapal domestik kita diusir bahkan ditabrak-tabrakin. Sekarang kapal asing itu bisa kita usir. Meskipun beberapa masih ada yang bandel,” kenang Nilanto.

Sepanjang 4-5 tahun terakhir, Indonesia telah melakukan pemberantasan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing secara masif. Indonesia juga serius menerapkan prinsip keberlanjutan dalam pengelolaan perikanan, termasuk penggunaan alat penangkap ikan yang ramah lingkungan dan ketertelusuran produk perikanan.

Menurutnya, sudah selayaknya Indonesia tidak lagi terkena trade barrier terutama terkait impor tarif yang saat ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Papua Nugini, Timor Leste, Filipina, dan Vietnam.

Terkait fokus pengembangan dan peningkatan ekspor dan investasi, Nilanto mengatakan, Indonesia akan lebih terbuka dalam kerja sama regional maupun global. “SFPF akan menjadi partner kita semuanya. Kita welcome. Kita akan duduk bersama mengajak semua stakeholders, termasuk perguruan tinggi dan para mitra untuk pengembangan perikanan tangkap, dan juga mengembangkan broodstock udang budidaya dengan melibatkan para ahli genetik.”

“SFP juga diminta untuk membina nelayan kecil cara menangkap tuna yang baik, karena sekarang tuna sudah bisa ditangkap oleh kapal-kapal nelayan kecil, sehingga kehadiran SFP dapat dirasakan manfaatnya oleh nelayan skala kecil,” pungkasnya. (ray)

Silakan baca juga

Gunung Lewotobi Laki-Laki Erupsi, BNPB Tambah Dukungan Dana Siap Pakai

Jalan Tol Binjai – Langsa Seksi Kuala Bingai – Tanjung Pura Segera Beroperasi

Kementerian PUPR Jajaki Kerja Sama dengan Finlandia dalam Pengembangan Smart City di IKN

Leave a Comment