Rabu, 23 Oktober 2019
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Indonesia terus menyuarakan pemberantasan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing di tingkat global. Kali ini, Indonesia mendorongnya melalui peningkatan standar kualitas keselamatan dan keamanan kapal perikanan. Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) M. Zulficar Mochtar dalam Konferensi Tingkat Menteri tentang Keselamatan Kapal Perikanan dan IUU Fishing di Torremolinos, Málaga, Spanyol, Senin (21/10).
Konferensi ini bertujuan untuk mendorong ratifikasi Cape Town Agreement 2012 (CTA 2012), sebuah instrumen internasional terkait keselamatan kapal perikanan. Berlakunya CTA 2012 akan membantu setiap negara untuk memberantas IUU Fishing dengan membentuk standar keselamatan internasional bagi kapal perikanan. “Hal ini tak lain karena pada praktiknya, pelaku IUU Fishing seringkali menggunakan kapal-kapal yang tidak memenuhi standar keamanan dan kelayakan kapal,” jelas Zulficar, dikutip laman Kementerian Kelautan dan Perikanan .
Di hadapan perwakilan 148 negara yang hadir Zulficar menyampaikan, Indonesia telah menerapkan kebijakan-kebijakan yang tegas dalam upaya memberantas IUU Fishing. “Beberapa di antaranya melalui penenggelaman kapal untuk memberikan efek jera, larangan alih muat di tengah laut (transshipment), dan larangan alat tangkap yang merusak lingkungan,” ujarnya.
Menurut Zulficar, kebijakan-kebijakan tersebut sejalan dengan Sustainable Development Goals 14 yang bertujuan untuk menjaga agar pemanfaatan laut dilakukan secara keberlanjutan. “Selain itu, pemberantasan IUU Fishing juga dilakukan untuk mempertahankan kedaulatan negara, menjamin keberlanjutan sumber daya ikan, dan memastikan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan,” tambahnya.
Zulficar menjelaskan, sebagai upaya preventif terhadap praktik IUU Fishing, Indonesia juga telah meratifikasi 2 (dua) instrumen internasional mengenai pencegahan IUU Fishing. Keduanya yakni Port States Measures Agreement pada tahun 2016 dan Standard Training and Certification and Watchleeping for Fishing Vessel Personel pada tahun 2019.
“Pekerjaan di atas kapal perikanan merupakan pekerjaan beresiko tinggi dan rentan terhadap kecelakaan dan kematian. Praktik kerja di atas kapal seringkali mengakibatkan adanya kekerasan fisik, jam kerja awal kapal yang berlebihan, dan minimnya kelayakan kondisi kerja. Memperhatikan kondisi ini, Indonesia menyampaikan komitmennya untuk meratifikasi CTA 2012,” tutur Zulficar.
Sebagai tindak lanjut, Indonesia bersama dengan 46 negara anggota IMO yang hadir menandatangani Deklarasi Torremolinos Terhadap CTA 2012. Deklarasi ini menyepakati bahwa setiap negara akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mendukung keberlakuan penuh CTA 2012 pada 11 Oktober 2022 sesuai dengan kesiapan masing-masing negara pada tingkat nasional. Hal ini diperlukan karena masing-masing negara memiliki perangkat untuk melakukan pengawasan dan meningkatkan transparansi kegiatan perikanan.
CTA 2012 akan berlaku dalam jangka waktu 12 bulan setelah paling sedikit 22 negara, dengan total keseluruhan jumlah kapal sebanyak 3.600 dengan panjang minimal 24 meter yang beroperasi di laut lepas menyatakan kesepakatannya untuk terikat dalam perjanjian ini. Hingga saat ini, terdapat 13 negara yang telah meratifikasi CTA yaitu Belgia, Congo, Kepulauan Cook, Denmark, Prancis, Jerman, Islandia, Belanda, Norwegia, Saint Kitts and Nevis, Sao Tome and Principe, Afrika Selatan, dan Spanyol.
“Ratifikasi terhadap CTA 2012 ini akan memperkuat posisi Indonesia sebagai negara yang berkomitmen kuat dalam pemberantasan IUU Fishing,” pungkas Zulficar. Selanjutnya, Indonesia perlu untuk meratfikasi Konvensi ILO 188 tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan untuk melengkapi 4 pilar konvensi internasional yang mendukung upaya global dalam pelaksanaan praktik perikanan yang berkelanjutan.
Sebagai informasi, Konferensi Tingkat Menteri ini diselenggarakan bersama oleh International Maritime Organization (IMO), Pemerintah Spanyol, Food and Agricultural Organization (FAO), dan The Pew Charitable Trust selama 21-23 Oktober 2019. Konferensi ini dihadiri oleh lebih dari 500 peserta dari 148 delegasi, termasuk di dalamnya 30 menteri dari negara anggota IMO. (rdy)