Rabu, 30 Oktober 2019
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (The Indonesian
Iron & Steel Industry Association/IISIA) meminta pemerintah mengendalikan
impor baja, yang semakin marak.
Permintaan itu menyusul rencana Kementerian Perindustrian yang akan menghapus
ketentuan surat rekomendasi atau pertimbangan teknis (pertek) pemegang angka
pengenal importir produsen (API-P).
“Sebaiknya kebijakan ketentuan pertek yang dikeluarkan oleh Kementerian
Perindustrian tidak dihapus, karena selama ini cukup efektif dalam upaya
membendung impor baja yang semakin meningkat seiring dengan perubahan kondisi
ekonomi global,” kata Ketua IISIA Silmy Karim, Rabu (30/10).
Rencana untuk menghapus pertek untuk impor barang modal industri dinilai Silmy
sangat berisiko, khususnya bagi industri dasar seperti baja.
Ia menjelaskan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 110 Tahun
2018 tentang Ketentuan Impor besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya,
sebelum mengimpor, importir terlebih dahulu harus mendapatkan pertek dari
Kementerian Perindustrian.
Selama ini pertek diperlukan sebagai dasar penerbitan surat persetujuan impor
(SPI) dari Kementerian Perdagangan.
Di dalam permendag tersebut juga diberlakukan ketentuan verifikasi atau
penelusuran teknis di negara atau pelabuhan muat oleh surveyor guna untuk
memastikan kebenaran dan kesesuaian antara barang yang akan diimpor dengan izin
impor yang dikeluarkan sehingga potensi penyimpangan dapat dicegah.
Namun, terbitnya Permendag Nomor 110 Tahun 2018 kemudian disusul dengan
keluarnya Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 1 Tahun 2019 tentang Petunjuk
Teknis Impor Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya.
Persetujuan impor dari Kemendag akan diterbitkan berdasarkan pertimbangan
teknis dari Kementerian Perindustrian bagi perusahaan pemilik NIB (nomor induk
berusaha) yang berlaku sebagai API-P dan perusahaan pemilik angka pengenal
importir umum (API-U).
Sementara pertimbangan teknis memuat informasi mengenai nomor pos tarif/kode
HS; jumlah, jenis dan spesifikasi barang impor; masa berlaku pertimbangan
teknis; pelabuhan muat dan/atau negara asal; pelabuhan tujuan impor; dan kegiatan
verifikasi oleh surveyor di negara atau pelabuhan muat.
Silmy mengatakan untuk menunjang efektivitas pemberian izin impor, pihaknya
telah bekerja sama dengan Kemenperin untuk mengimplementasikan smart
engine yaitu sistem IT yang memuat database kemampuan teknis produsen
dalam negeri.
“Pemberian rekomendasi/ijin impor berupa pertek nantinya akan
diperbandingkan dengan database sebelum diterbitkan SPI oleh Kementerian
Perdagangan. Sistem ini direncanakan akan diimplementasikan secara resmi dalam
waktu dekat,” jelasnya.
Menurut Silmy, tiga instrumen non tariff measures (NTM) yang digunakan
dalam pengendalian impor yaitu pertimbangan teknis, persetujuan impor dan
verifikasi teknis mampu menurunkan impor secara signifikan.
“Di tengah sulitnya menerapkan berbagai bentuk NTM yang lain, kebijakan
pengendalian impor atau tata niaga ini sebaiknya tetap dipertahankan atau
bahkan dapat diperluas pemberlakuannya untuk produk-produk sektor industri
lainnya yang mengalami permasalahan serupa, seperti besi, baja dan produk
turunannya,” tegas Silmy. (ki)