Selasa, 12 November 2019
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah
mengatakan munculnya desa fiktif terkait penyaluran Dana Desa tidak boleh
dianggap sebelah mata, sehingga persoalan ini harus dituntaskan, karena dana
desa itu berasal uang pajak rakyat yang disetor ke APBN.
“Saya mengapresiasi langkah Kementerian Keuangan yang segera melakukan
koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), serta Kepolisian, untuk
menelusuri ‘desa siluman’ dan jumlah Dana Desa yang sudah mengalir ke
desa-desa,” kata Said Abdullah, Selasa (12/11).
Said Abdullah mengatakan pemerintah perlu segera mengambil langkah-langkah
preventif dan penindakan.
Politisi senior PDIP ini menjelaskan lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Desa, tidak bisa dilepaskan dari keinginan negara untuk memperkuat
peran dan fungsi desa dalam mata rantai pembangunan.
Tujuannya antara lain meningkatkan pelayanan publik di desa, mengentaskan
kemiskinan, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan
antar desa, serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan.
Hal ini menggambarkan adanya keinginan kuat untuk mempercepat pembangunan ekonomi,
tidak hanya pembangunan fisik tetapi juga pemberdayaan masyarakat desa, guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
“Dana Desa ini dianggarkan setiap tahun dalam APBN yang diberikan kepada setiap
desa sebagai salah satu sumber pendapatan desa,” ujar Said Abdullah.
Lebih lanjut, Ketua DPP PDI P Bidang Perekonomian ini mengatakan terdapat
beberapa langkah yang bisa digunakan untuk meminimalisir penyelewengan Dana
Desa. Pertama, memperkuat pengawasan yang dilakukan aparat pemerintahan di
atasnya, mulai dari kecamatan, kabupaten, provinsi hingga pusat.
Kedua, memperkuat database mengenai pengelolaan Dana Desa yang bisa digunakan
untuk monitoring keberadaan Dana Desa. Ketiga, meningkatkan partisipasi publik
dalam mengawasi pengelolaan Dana Desa.
“Dan Keempat, memberikan reward dan punishment dari pemerintah
terhadap pengelolaan dana desa dalam bentuk Dana Insentif Desa,” ucap Said
Abdullah.
Selain itu, peran dan fungsi DPR dalam mengawasi pelaksanaan Dana Desa perlu
lebih dioptimalkan. “Ke depan DPR harus lebih proaktif dalam mengawasi
penggunaan Dana Desa, sehingga bisa mengantisipasi penyelewengan Dana Desa
lebih dini,” pungkasnya.
Program Dana Desa yang dilakukan sejak 2015, sudah menjangkau 74.954 Desa di
seluruh Indonesia, terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pada 2015 alokasi Dana Desa dianggarkan sebesar Rp 20,8 triliun, kemudian pada
tahun 2016 meningkat menjadi Rp 46,9 triliun, pada 2017 dan 2018 meningkat
menjadi Rp 60 triliun, pada 2019 untuk 74.597 desa. Tahun depan, alokasi naik
menjadi Rp 72 triliun. (sr)