Senin, 2 Desember 2019
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Sulawesi Selatan (Sulsel) tak hanya memiliki potensi perikanan budidaya (akuakultur), tetapi juga kaya sumber daya ikan dari sektor tangkap. Untuk itu, dalam kunjungan kerjanya ke Makassar, Ahad (1/12), Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengunjungi Pelabuhan Perikanan (PP) Untia di Jalan Salodong, Untia, Kecamatan Biringkanaya, Makassar.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Edhy yang hadir bersama Direktur Jenderal Perikanan Tangkap M. Zulficar Mochtar dan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto disambut oleh Wali Kota Makassar Iqbal Suhaeb, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan Sulkaf S. Latief, serta Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Makassar dan Kabupaten Maros.
Setiba di lokasi, Menteri Edhy meninjau booth pameran hasil kreativitas wanita nelayan berupa kerajinan tangan, aksesoris, hingga olahan ikan.
Selanjutnya, Menteri Edhy bersama jajarannya berdialog dengan para pelaku usaha, nelayan, wanita nelayan, dan pembudidaya ikan. Menteri Edhy menyampaikan apresiasi kepada mereka yang dinilai telah berkontribusi memajukan sektor kelautan dan perikanan Indonesia dan Makassar pada khususnya.
Perikanan menjadi salah satu sektor utama yang diandalkan dalam menopang ketahanan pangan dan mendorong peningkatan perekonomian nasional. Sulsel sendiri memiliki Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 713 meliputi perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali dengan estimasi potensi sumber daya ikan 1.177.857 ton/tahun.
Mengingat besarnya potensi pengembangan perikanan tangkap di Sulawesi Selatan, Menteri Edhy mengimbau segenap stakeholder perikanan di Sulawesi Selatan khususnya di Kota Makassar dapat bersinergi dan berperan aktif dalam mengakselerasi pengembangannya.
“Saya sampaikan di berbagai kesempatan bahwa KKP akan senantiasa hadir dan berdiri di depan untuk memastikan terciptanya iklim usaha perikanan tangkap yang kondusif. Kami menyadari bahwa membangun ekonomi perikanan tangkap yang begitu besar sangat memerlukan strategi dan kerja sama yang baik antara pemerintah dan stakeholder,” tegasnya.
Hal ini sesuai dengan amanat Presiden untuk meningkatkan dan menjalin komunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan khususnya nelayan. Menurutnya tidak boleh ada nelayan yang merasa bahwa mereka tidak diurus oleh negara.
“Nelayan sudah meninggalkan keluarga di rumah, kita harus buat nelayan tenang untuk melaut,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa KKP sudah berkoordinasi dengan Polri, Kejaksaan, dan Bakamla, agar pendekatan yang digunakan untuk nelayan adalah berupa pembinaan. Namun ia pun menegaskan bahwa hal tersebut tidak berlaku apabila ditemukan unsur pidana di dalamnya, seperti dalam hal penyelundupan ataupun perdagangan obat terlarang.
“Perlu diketahui, bahwa saat ini KKP juga tengah melakukan review terhadap berbagai aturan yang dipandang menghambat efisiensi dan efektivitas usaha. Ini tentu sejalan dengan keinginan Presiden agar aturan-aturan yang berkaitan dengan investasi perlu dipermudah melalui deregulasi dan harmonisasi,” ujar Edhy.
Menanggapi salah satu keluhan peserta, ia mencontohkan terkait kemungkinan keterlibatan pemerintah pusat dalam penerapan mekanisme baru bagi nelayan andon. Namun ia menegaskan bahwa harus ada komitmen agar nelayan tersebut mematuhi aturan yang berlaku misalnya terkait daerah penangkapan maupun penggunaan alat tangkap.
Menteri Edhy juga menyatakan komitmen KKP untuk memperkuat infrastruktur pelabuhan perikanan, melalui peningkatan berbagai fasilitas maupun konektivitas antara pelabuhan yang satu dengan lainnya.
Dalam kesempatan itu, Ia juga menjelaskan bahwa PP Paotere telah tergolong jenuh kapasitanya. Di sana memang tetap digunakan, tapi PP Untia merupakan solusi untuk pengembangan lebih jauh pada bidang perikanan.
Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan untuk pengembangan PP lainnya. Oleh karenanya masih harus dilakukan pendataan terlebih dahulu untuk menentukan daftar prioritas.
Menurutnya proses pengembangan PP Untia telah cukup lama dilakukan sampai diresmikan oleh Bapak Presiden di tahun 2016. Dengan demikian keberadaannya harus dimanfaatkan. Segala kekurangan harus segera diselesaikan, seperti pembenahan alur pelayaran maupun penyediaan air bersih
“Pelaku usaha pun seharusnya bisa jadi kunci untuk sektor ini,” tegasnya. Menteri Edhy berharap agar pengusaha bukan hanya investasi di PP Untia, melainkan juga membantu agar nelayan bisa jual ikan di PP Untia dengan harga yang kompetitif.
Dalam kesempatan tersebut, nelayan juga menyampaikan beberapa permintaan. Beberapa di antaranya persoalan ketersediaan air bersih, pasokan solar, akses anak-anak ke pendidikan dengan meminta bus sekolah, hingga ketersediaan sembako untuk kebutuhan sehari-hari.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Edhy mengatakan sudah menjadi tugas bersama untuk menyelesaikan. Ia akan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait untuk meminta dukungan sesuai dengan keluhan yang disampaikan masyarakat.
“Bapak-bapak melaut untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, selain utamanya untuk menyekolahkan anak, hidup sehat, serta setidaknya memiliki lingkungan tempat tinggal yang layak. Apabila semua kebutuhan dasar tersebut telah terpenuhi, saya yakin Bapak-bapak akan merasa lebih tenang dalam melaut dan dampaknya usaha penangkapan ikan bisa berjalan lebih optimal,” terangnya.
“Bapak/Ibu yang paling tahu potensi di sini. Jadi kita minta masukan apa saja yang perlu kita lakukan untuk makin menggairahkan perikanan tangkap di Kota Makassar ini,” ia kembali menegaskan.
Masalah pasokan air, penyediaan tanki-tanki air menurutnya merupakan solusi jangka pendek yang dapat segera dilakukan dengan menentukan titik-titik penampungan. Pemerintah Kota Makassar pun berjanji akan membantu proses distribusinya. Adapun untuk penyelesaian jangka panjang yaitu melalui proses pemipaan dari permukiman terdekat maupun desalinasi air laut dengan Sea Water Reverse Osmosis (SWRO).
Sementara itu, Wali Kota Makassar Iqbal Suhaeb mengatakan, masyarakat Makassar sangat berbahagia dengan kedatangan Menteri Edhy beserta rombongan.
“Kami bersyukur Bapak Menteri mau datang dan mendengarkan keluh kesah kami, mendengarkan apa yang jadi masalah-masalah kita dan keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhan dari nelayan yang ada di sini,” ungkapnya.
Ia mengakui, optimalisasi pemanfaatan PP Untia belum 100 persen. Masih dibutuhkan berbagai dukungan dan bantuan dari pemerintah pusat, utamanya terkait aksesibilitas.
“Kami warga Makassar akan senantiasa berusaha apa strategi besar dari negara untuk pelabuhan ini, kami akan bekerja sama melaksanakan,” janjinya.
Terakhir, ia menyebut, Makassar masih memiliki lahan seluas 24 hektar yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan atau program perikanan penunjang perekonomian maupun pembangunan kapasitas SDM. (ray)