Senin, 2 Desember 2019
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Menteri ESDM Arifin Tasrif mengkaji fleksibilitas skema
investasi minyak dan gas bumi (migas) menanggapi sinyal positif soal
meningkatnya investasi hulu migas yang kian terbuka.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif kembali
mempertimbangkan hadirnya kontrak bagi hasil penggantian biaya operasi (Cost
Recovery) bagi wilayah kerja baru dan terminasi. Skema tersebut akan
menjadi opsi bersama sistem fiskal Gross Split bagi para investor migas,
menurut pernyataan resmi Kementerian ESDM di Jakarta, Minggu (1/11)
Arifin mengungkapkan perlu adanya evaluasi terhadap pola bisnis serta investasi
di sektor migas. Evaluasi ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk
segera memetakan regulasi yang menghambat laju investasi.
“Kami melakukan dialog dengan para investor di bidang migas. Kami
tanyakan, mana yang prefer, ada dua (Gross Split dan Cost Recovery),”
ungkap Arifin menceritakan hasil pertemuan dengan para pelaku usaha sektor
migas.
Sebenarnya skema Gross Split pun menjanjikan. Pemerintah sendiri
mewajibkan perusahaan migas menerapkan skema Gross Split di wilayah
kerja baru dan terminasi sejak 1 Januari 2017. Hingga saat ini, sudah ada 45 WK
migas yang menggunakan skema tersebut, yakni 17 WK hasil lelang, 23 WK
terminasi dan 5 WK amandemen. Dari jumlah tersebut, Pemerintah memperoleh dana
eksplorasi sebesar US$ 2,71 miliar atau
sekitar Rp 40,7 triliun. Sementara untuk bonus tanda tangan sebesar US$ 1,19
miliar atau sekitar Rp17,8 miliar.
Namun kedua skema fiskal tersebut, sambung Arifin, memiliki kelebihan dan kekurangan
masing – masing. Ada investor yang lebih memilih skema kontrak cost recovery
untuk lapangan yang terletak di daerah sulit dan berisiko tinggi karena skema
tersebut dinilai lebih rasional.
“Semakin risk dan daerah remote, mereka pilih PSC (Cost Recovery).
Komponen PSC itu bisa reasonable. Itu kami sudah pengalaman PSC. Meski
PSC juga ada satu keluhan, tiap tahun perlu di-review dan prosesnya
lama,” jelasnya.
Sebaliknya, Gross Split dianggap lebih cocok untuk wilayah kerja
eksisting karena memiliki tingkat kepastian bisnis yang lebih tinggi.
“Kalau Gross Split kan mereka senang terutama existing field,
karena sumbernya sudah jelas, potensi jelas dan risk-nya kurang,”
tegas Arifin.
Melihat pertimbangan tersebut, Pemerintah tengah mengkaji kedua penawaran ini
lantaran banyaknya masukan dari para pelaku bisnis agar memperbaiki regulasi
mengenai skema perhitungan bagi hasil yang terbuka. “Jadi ke depan kita
lakukan perbaikan dan kami terbuka dengan investor. Kita sedang membahas revisi
Permen ESDM,” kata Arifin. (sr)