Selasa, 10 Desember 2019
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Kementerian Riset dan Teknologi mengalokasikan anggaran
sebesar Rp 15 triliun pada 2020 untuk mendorong hilirisasi hasil riset di
perguruan tinggi, sehingga dapat diimplementasikan di dunia usaha dan
bermanfaat bagi masyarakat.
“Caranya pertama kita menyediakan dana hibah yang disediakan secara
berkelanjutan, begitu satu tahapan riset selesai ada hibah lagi sehingga
peneliti lebih terpacu untuk akhirnya sampai pada tahap hilirisasi dan
komersialisasi,” kata Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset dan
Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro di Padang, Senin (9/12) malam.
Ia menyampaikan hal itu pada Rapat Kerja Satuan Pengawas Internal Perguruan
Tinggi Negeri dan LL Dikti se-Indonesia dengan tema Peran Satuan Pengawas
Internal dalam Mengawal Perubahan Organisasi Kementerian.
Menurut dia anggaran Rp 15 triliun itu di luar operasional dan diupayakan tepat
sasaran agar hilirisasi riset lebih cepat.
Selain memberikan hibah pihaknya juga akan melibatkan pihak swasta dan BUMN
lebih awal sehingga peneliti tahu apa yang menjadi kebutuhan perusahaan dan
masyarakat agar hilirisasi riset menjadi lebih mudah.
Ia memaparkan pada 2020 fokus riset ada sembilan area meliputi pangan,
kesehatan, obat, energi, teknologi maju, hingga upaya mengatasi persoalan
pembangunan seperti stunting, perubahan iklim, bencana.
“Dengan demikian riset akan bermanfaat langsung bagi masyarakat,”
kata dia.
Pada sisi lain terkait dengan adanya duplikasi hingga replikasi riset ia
menyampaikan akan dikendalikan oleh program Badan Riset dan Inovasi Nasional agar
tidak ada lagi pengulangan tema yang sama.
“Tujuannya agar ada sinergi di antara para pihak yang meneliti tema yang
sama sehingga bisa bekerja sama.” ujarnya.
Bambang mengatakan penelitian bagi perguruan tinggi tidak hanya sebatas untuk
naik pangkat bagi dosen namun ke depan harus bisa diimplementasikan.
Penelitian merupakan cara untuk berkontribusi lebih besar kepada negara
sehingga bisa memberikan kesejahteraan yang lebih luas bagi masyarakat, kata
dia.
Supaya ada kaitan antara penelitian dengan daya saing nasional harus ada
inovasi sehingga bisa dihilirkan.
Ia meyakini kalau untuk publikasi sudah banyak yang bisa melakukan, akan tetapi
penelitian tidak sebatas publikasi karena setelah itu ada temuan yang
dipatenkan.
“Kita berharap setelah ada paten tidak berhenti sampai di situ karena
kurang berguna jika tidak ada yang membeli lisensi atau membuatnya menjadi
sesuatu yang diterima masyarakat luas,” kata dia.
Oleh sebab itu ia mendorong paten harus berlanjut pada lisensi untuk masuk
kepada arena komersial dan ditawarkan masuk kepada dunia usaha. (ki)