Rabu, 29 Januari 2020
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga
Hartarto mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan tingkat inklusi
keuangan Indonesia yang saat ini sebesar 76,19% dapat meningkat menjadi 90% pada 2023-2024.
Airlangga Hartarto, usai rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa
(28/1), mengatakan beberapa upaya pemerintah untuk mencapai tingkat inklusi
keuangan itu adalah dengan mengintegrasikan kebijakan bantuan sosial seperti
Program Keluarga Harapan (PKH) dengan program yang diinisiasi Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) dan BI, seperti Bank Wakaf Mikro.
Integrasi kebijakan tersebut, lanjut Airlangga Hartarto, untuk membuat produk
dan jasa keuangan digunakan oleh masyarakat yang belum memiliki produk dan jasa
keuangan tersebut (unbankable).
“Presiden minta mengintegrasikan program, mulai program untuk membuat
masyarakat tidak unbankable dari PKH didorong dengan program inklusi
keuangan. Kemudian Presiden juga menargetkan bahwa inkkusi keuangan ini dalam
3-4 tahun ke depan bisa dinaikkan menjadi 90 persen,” ujar dia.
Adapun tingkat Inklusi Keuangan adalah parameter yang mengukur akses masyarakat
terhadap berbagai layanan keuangan formal.
Di rapat terbatas mengenai Strategi Nasional Keuangan Inklusif itu, Presiden
Jokowi menyebut tingkat inklusi keuangan Indonesia yang sebesar 76,19% di 2019 masih lebih rendah dibanding
negara-negara Asia Tenggara. Menurut Presiden, tingkat inklusi keuangan RI
masih lebih rendah dibanding Singapura yang mencapai 98%, Malaysia 85%, dan
Thailand 82%.
Terdapat beberapa upaya yang ditekankan Presiden untuk meningkatkan literasi
dan inklusi keuangan yakni pertama, memprioritaskan perluasan dan kemudahan
akses layanan keuangan formal di seluruh lapisan masyarakat.
Selain itu juga, kata Presiden Jokowi, lembaga keuangan mikro, bank wakaf mikro
harus diperluas agar mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat yang tidak
terjangkau oleh layanan perbankan.
“Kedua, layanan keuangan digital berbasis internet. Ini harus terus
dikembangkan karena kita ingat negara kita merupakan negara kepulauan sehingga
kita perlukan layanan keuangan digital yang berbasis internet,” ujarnya.
Kemudian, ketiga adalah perluasan akses layanan keuangan formal yaitu
pendalaman sektor jasa keuangan dengan menggali potensi literasi dan inklusi
keuangan di sektor jasa keuangan nonbank seperti asuransi, pasar modal,
pegadaian, dan dana pensiun.
“Terakhir terkait perlindungan terhadap konsumen sehingga masyarakat
dengan mudah, aman, dan nyaman bisa mengakses keuangan formal. Sehingga
kepercayaan masyarakat merupakan hal yang pentingdan mutlak bagi industri jasa
keuangan,” ujar dia. (ki)