Selasa, 4 Februari 2020
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5
Tahun 2020 tentang Sistem Informasi Perdagangan yang bertujuan agar prosedur
pengumpulan data dan/atau informasi perdagangan menjadi terintegrasi untuk
mendukung kebijakan dan pengendalian perdagangan.
Penerbitan PP ini juga merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014
tentang Perdagangan untuk membentuk PP yang mengatur sistem informasi
perdagangan. PP tersebut ditetapkan pada 16 Januari 2020 dan diundangkan pada
20 Januari 2020.
“PP
No. 5 tahun 2020 tentang Sistem Informasi Perdagangan diharapkan dapat menjadi
mekanisme pengelolaan data dan informasi perdagangan yang terintegrasi sehingga
dapat mengendalikan kebijakan perdagangan,” kata Menteri Perdagangan Agus
Suparmanto, Selasa (4/2).
Mendag mengatakan, sistem informasi sangat diperlukan untuk melaksanakan suatu
keputusan yang membutuhkan ketersediaan data perdagangan dan/atau informasi
perdagangan secara cepat, akurat, dan mutakhir.
Menurut dia, pemanfaatan sistem informasi dalam lingkup perdagangan terkait
erat dengan aspek kebijakan, pengendalian, efisiensi, dan pelayanan publik.
Untuk itu, PP Nomor 5 Tahun 2020 dapat mengoptimalisasi kebijakan dan/atau
pengendalian di bidang perdagangan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Sistem informasi perdagangan nantinya akan berfungsi mendukung pelaksanaan
tugas serta wewenang pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Dukungan tersebut misalnya menyediakan data dan informasi perdagangan yang
akurat dan aktual; menyebarluaskan data dan informasi tentang kebijakan dan
pengendalian perdagangan secara cepat dan otentik; serta meningkatkan kualitas
pelayanan publik dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait dengan
tugas dan wewenangnya di bidang perdagangan.
Mendag menjelaskan, dalam penyelenggaraannya, sistem informasi perdagangan
terdiri atas sistem informasi perdagangan nasional yang dikembangkan menteri
dengan lingkup nasional dan sistem informasi perdagangan daerah yang
dikembangkan pemerintah daerah dengan lingkup daerah.
Sistem informasi perdagangan ini juga harus memiliki prinsip yaitu
transparansi, kehati-hatian, keterpercayaan, dan akuntabilitas.
Sedangkan dalam pelaksanaannya, Kemendag meminta kepada pelaku usaha untuk
memberikan data dan informasi perdagangan.
“Bagi pelaku usaha yang tidak memberikan data akan dikenakan sanksi berupa
peringatan tertulis, rekomendasi penghentian sementara kegiatan perdagangan
kepada lembaga penerbit perizinan di bidang perdagangan, atau sanksi lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Mendag.
Selain pelaku usaha, kementerian/lembaga, lembaga pemerintah nonkementerian,
pemerintah daerah seperti gubernur, bupati, wali kota, Bank Indonesia, OJK, dan
BPS juga wajib memberikan data dan informasi kepada Kemendag.
Apabila mereka tidak memberikan data yang dibutuhkan juga akan dikenakan sanksi
berupa peringatan tertulis dan/atau sanksi lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Dalam mengintegrasikan sistem informasi perdagangan nasional, lanjut Mendag,
Kemendag membuat klasifikasi data perdagangan dan/atau informasi perdagangan
yang dapat dibagi pakai dan berbagi pakai data perdagangan dan/atau informasi
perdagangan berdasarkan hasil klasifikasi dimaksud.
Sistem pengintegrasian juga dapat dilakukan pada sistem informasi yang
dikembangkan Bank Indonesia, OJK, dan K/L lainnya.
Sedangkan untuk mengintegrasikan sistem informasi perdagangan daerah, gubernur
dan bupati/wali kota akan melakukan koordinasi dan konsultasi dengan Kemendag
terkait dengan teknis pengembangan dan integrasi sistem informasi perdagangan
serta kontinuitas, interoperabilitas, dan kemutakhiran data perdagangan
dan/atau informasi perdagangan.
“Sinergitas sistem informasi perdagangan antarkementerian, lembaga
pemerintah nonkementerian, dan instansi/lembaga inilah yang merupakan substansi
utama dalam PP mengenai sistem informasi perdagangan,” kata Mendag. (sr)