Rabu, 5 Februari 2020
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Indonesia perlu memperkuat integrasi perdagangan regional
untuk mengantisipasi dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan
China, kata ekonom senior Mari Elka
Pangestu
Mari menuturkan Indonesia memiliki kesempatan yang luas untuk menghilangkan
hambatan arus perdagangan antarnegara karena merupakan anggota dari Association
of Southeast Asia Nations atau ASEAN.
“Sebagai anggota ASEAN kita punya peran antara kita dengan ASEAN dan ASEAN
dengan enam negara yang menjadi mitra dagang kita,” katanya, Selasa (4/2).
Mari juga menyebutkan integrasi akan semakin kuat melalui perjanjian
perdagangan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) antara ASEAN
dengan enam mitra dagangnya yakni China, India, Jepang, Korea Selatan, Australia,
dan Selandia Baru.
“Jadi antara kita harus terus melakukan pembukaan integrasi antara Indonesia di
ASEAN,” ujarnya.
Mari yang pernah menjadi anggota dewan pembina Centre for Strategic and
International Studies (CSIS) menjelaskan jika penguatan integrasi itu tercapai
maka Indonesia dapat memiliki akses terhadap 40% dari perdagangan dan investasi global.
“Kalau kita bisa melakukan itu maka setengah dari dunia dari segi penduduk, 40
persen dari perdagangan dan investasi, maupun PDB dunia. Jadi itu sangat
berarti,” tegasnya.
Mari yang resmi menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia menyatakan melalui
integrasi perdagangan regional itu Indonesia juga akan mampu meningkatkan
investasi dan ekspor manufaktur.
“Kita harus bisa meningkatkan ekspor di manufaktur dan harus bisa menjaga iklim
perdagangan dunia,” ujarnya.
Ia melanjutkan, Indonesia juga harus meningkatkan perannya dalam organisasi dan
forum internasional lain seperti Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) dan
G20 terutama untuk mendorong reformasi World Trade Organization (WTO).
Hal tersebut berkaitan dengan perang dagang antara AS dan China yang
diproyeksikan masih akan berlanjut pada tahun ini meskipun telah ada
kesepakatan perdagangan fase satu pada akhir Desember 2019 lalu.
“Kita harus berperan misal di APEC dan G20 untuk mendorong reformasi WTO yang
perlu dilakukan karena menurut AS banyak titik-titik lemahnya,” tegasnya.
Mari menegaskan langkah yang seharusnya diambil adalah memperbaiki WTO agar
tetap relevan untuk situasi sekarang seperti terkait sengketa maupun berbagai
isu baru yang menurut AS belum masuk dalam perjanjian tersebut.
“Jadi jangan mematikan WTO. Kita cari langkah-langkah untuk memperbaiki WTO
sehingga tetap relevan untuk sekarang seperti terkait subsidi industri,
transfer teknologi dan persaingan teknologi,” katanya. (sr)