Rabu, 12 Februari 2020
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo
mengatakan adanya kebijakan penurunan tarif pajak penghasilan atau PPh dalam
Omnimbus Law Perpajakan berpotensi menghilangkan penerimaan pajak sebesar Rp 80
triliun.
“Esensinya tarif turun tapi bisa dimanfaatkan untuk pertumbuhan ekonomi.
Sekitar Rp 80 triliun untuk estimasi turunnya karena tarif turun,” kata Suryo
di Kantor DJP, Jakarta, Selasa (11/2).
Suryo menegaskan potensi hilangnya penerimaan pajak tersebut hanya untuk
penurunan PPh sedangkan substansi lain yang juga ada pada RUU Omnimbus Law
Perpajakan belum dihitung.
“Fasilitas yang coba diberikan bagaimana uang pajak yang diberikan kepada
negara dikembalikan pada bisnis untuk menggerakkan atau ekspansi bisnisnya,”
katanya.
Ia menyatakan melalui penurunan PPh diharapkan dapat menciptakan kegiatan
ekonomi baru yang memunculkan pajak di dalamnya sehingga mampu lebih
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Hal tersebut terjadi karena penurunan tarif PPh dinilai dapat memberikan
insentif baru bagi kegiatan investasi melalui adanya peningkatan terhadap
konsumsi maupun jumlah karyawan.
“Jumlah konsumsi meningkat, karyawan bertambah. Harapan eksternalitas dari
policy ini untuk meningkatkan perekonomian dan penerimaan pajak,” katanya.
Sementara itu, Suryo menuturkan pihaknya telah menyiapkan langkah-langkah untuk
memitigasi adanya penurunan penerimaan negara tersebut seperti dengan
memperluas basis pajak melalui ekstensifikasi dan intensifikasi.
“Pada 2020 kami mencoba mengubah pola kerja kita untuk melakukan ekstensifikasi
pengawasan berbasis kewilayahan terutama di KPP Pratama untuk melakukan
ekstensifikasi dan intensifikasi,” katanya.
Ekstensifikasi berbasis kewilayahan merupakan upaya yang dilaksanakan untuk
menjaring WP baru berkualitas dengan cara survey lapangan geotagging (SLGT)
serta menggunakan basis data kependudukan dan data ILAP.
“Upaya kita bagaimana tax ratio naik melalui perluasan basis perpajakan itu
termasuk siapa yang belum masuk kelas jadi kita bawa nanti WP ke dalam sistem.
Kita proporsional dan berkeadilan,” ujarnya.
Di sisi lain, ia menyebutkan meskipun draf Omnibus Law Perpajakan telah
diserahkan kepada DPR sejak akhir Januari 2020 namun baru akan mulai berlaku
dan diimplementasikan jika telah disahkan.
“RUU sudah disampaikan ke dewan akhir Januari. Berlakunya ini ketika diketok
dan berlaku jadi kita masih menunggu pembahasan selanjutnya dengan dewan,”
ujarnya.
Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak DJP Nufransa Wira Sakti mengatakan untuk
proses selanjutnya mengenai Omnibus Law Perpajakan juga masih menunggu
keputusan Badan Musyawarah (Bamus) DPR terkait pembahasan melalui Badan
Legislasi Panja atau Pansus
“Proses pembahasan Omnibus sudah diserahkan 31 januari nanti kita tunggu Bamus
DPR untuk membahas apakah RUU akan dibahas di Baleg Panja atau Pansus jadi kita
tunggu paripurna dari musyawarah,” katanya. (ki)