Selasa, 25 Februari 2020
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Pencapaian visi “Indonesia Maju” pada 2045 dan kebebasan dari middle income trap pada 2036 dapat terwujud jika dilakukan dengan strategi terpadu antara pemerintah dan segenap stakeholders-nya. Strategi tersebut termasuk dalam bidang teknologi.
Pada 2045, Indonesia diproyeksikan akan masuk dalam kelompok lima besar negara dengan pendapatan tertinggi di dunia. Hal ini akan dicapai melalui transformasi ekonomi yang didukung oleh hilirisasi industri dengan memanfaatkan sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, penyederhanaan regulasi, dan reformasi birokrasi. Pembangunan di periode ini (2020-2024) menjadi krusial karena berperan sebagai titik tolak menuju visi 2045 tersebut.
Sebagai target jangka pendek, setidaknya terdapat 4 langkah yang perlu dilakukan untuk memperkuat sisi permintaan, yaitu: (1) menjaga daya beli masyarakat; (2) mendorong investasi terutama di sektor manufaktur yang memiliki nilai tambah tinggi, transfer teknologi terkini, dan/atau investor besar, dengan dukungan penyederhanaan prosedur investasi; (3) fiskal sebagai stimulus ekonomi yang berfungsi sebagai counter-cyclical policy; dan (4) peningkatan net ekspor yang dilakukan bersamaan dengan pengelolaan impor, substitusi impor dan safeguards, serta pengembangan pariwisata.
Sedangkan, untuk jangka menengah, dilakukan transformasi sisi produksi melalui peningkatan produktivitas, serta mendorong inovasi dan transfer teknologi.
“Kami berharap Badan Pengembangan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) dapat banyak berkontribusi dalam pelaksanaan transformasi sisi produksi ini. Sisi produksi termasuk dalam fokus pengembangan industri nasional,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, ketika membuka Rapat Kerja (Raker) BPPT 2020, di Auditorium BJ Habibie, Gedung BPPT-Jakarta, Senin (24/2).
Dalam Raker yang bertema “Penguatan Daya Saing Melalui Inovasi, Transformasi Digital, dan Kualitas SDM”, Menko Airlangga melanjutkan, pengembangan industri secara garis besar difokuskan kepada lima kelompok, yaitu industri berorientasi ekspor, hilirisasi industri, industri substitusi impor, industri berbasis kimia, dan industri lainnya.
Pengembangan industri berorientasi ekspor difokuskan kepada lima sektor prioritas Revolusi Industri 4.0, yaitu sektor makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, elektronik, otomotif, dan kimia. Kelompok ini perlu dikembangkan karena memiliki nilai ekspor tinggi, serta revealed competitive advantage lebih besar dari satu.
Pada kelompok hilirisasi industri, gasifikasi batu bara menjadi prioritas. Sumber batu bara Indonesia cukup melimpah, yaitu sekitar 125,28 miliar ton dalam bentuk sumber daya dan 32,36 miliar ton dalam bentuk cadangan, namun belum dilakukan pengolahan untuk memberikan nilai tambah. Di sisi lain, konsumsi LPG Indonesia besar, yaitu 7,11 juta ton (2017) yang mana 67% di antaranya dipenuhi melalui impor.
“Langkah kami mendorong gasifikasi batubara menjadi dimethyl ether (DME) diambil sebagai upaya substitusi LPG. Selain itu, hilirisasi produk turunan CPO dilakukan untuk memperkuat produk CPO dalam negeri dalam rangka mendorong kinerja ekspor,” tutur Menko Airlangga.
Menko pun menganjurkan kepada BPPT untuk membantu proses uji coba Biodiesel 40 (B40), sehingga akan bisa diimplementasikan pada Juli 2021, yang mana ini akan membantu mengurangi impor pemerintah.
“Lalu, ke depannya juga bisa diciptakan minyak berbasis algae. Chevron sudah mempromosikan, lalu ini jadi tantangan BPPT utk menerapkan. Sebagai negara penghasil algae yang cukup besar, jangan sampai kita ketinggalan oleh negara lain untuk memanfaatkan ini,” ujarnya.
Kemudian, untuk mengurangi defisit neraca perdagangan dan memberikan kepastian ketersediaan bahan baku, pengembangan industri substitusi impor difokuskan kepada farmasi (obat dan bahan baku obat). Saat ini 90% bahan baku obat masih mengandalkan impor.
“Jadi, perlu didorong pengembangan penelitian dan pengembangan (litbang) industri farmasi guna meningkatkan kemampuan industri farmasi ke arah litbang yang memprioritaskan bahan baku dalam negeri,” ujarnya.
Kami harapkan BPPT secara konsisten menghasilkan inovasi teknologi produksi bahan baku obat yang untuk 5 (lima) tahun ke depan diprioritaskan pada produksi antibiotik amoksisilin, parasetamol, insulin, adjuvant vaksin dan herbal, sebagaimana telah ditetapkan dalam Program Prioritas Nasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Kami meyakini bahwa transformasi ekonomi akan berjalan lebih cepat dan kuat jika dibarengi oleh transformasi digital. Pada prinsipnya, transformasi digital terdiri dari tiga pilar yang saling mendukung, yaitu sektor pemerintah (digital government), sektor bisnis (digital economy), dan sektor publik/masyarakat (digital society).
Penguasaan, pengembangan, dan pemanfaatan teknologi digital, seperti artificial intelligence (AI), internet of things, machine learning, big data, pada sektor bisnis dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas, menciptakan nilai tambah, dan menghasilkan inovasi. Transformasi digital tak hanya terjadi di sektor bisnis yang terbilang “modern”, seperti sektor perdagangan dan sektor finansial, tapi juga di sektor konvensional seperti sektor pertanian.
Sebagai contoh, dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, transformasi digital dapat diwujudkan antara lain melalui pemanfaatan internet of things yang dapat memprediksi cuaca, kondisi tanah, dan debit air secara real time, sehingga memudahkan petani untuk mengimplementasikan budidaya yang lebih baik.
Pemerintah juga akan membangun Digital Capability Center, jadi akan diterapkan antara lain pada sektor packaging makanan-minuman, sehingga dapat menunjukkan kemanfaatan dari revolusi industri 4.0 kepada industri menengah.
“Di ASEAN, yang baru punya adalah Singapura, kedua diharapkan Indonesia, dan ini akan setara dengan yang dimiliki AS. Ini akan bekerja sama dengan perusahaan di tier 1 (technology provider), tier 2 (software), tier 3 (user),” jelas Menko.
Hal ini, kata Menko Airlangga, tak akan terwujud tanpa fasilitasi pemerintah untuk memastikan tersedianya infrastruktur digital sampai ke pedesaan dan tanpa social engineering untuk memberikan literasi digital kepada petani dan masyarakat sekitar.
Transformasi digital pada sektor pemerintah ditujukan untuk meningkatkan efisiensi birokrasi dan pemanfaatan sumber daya, serta meningkatkan kualitas dan kecepatan penyediaan layanan publik, pengambilan keputusan, dan perencanaan pembangunan.
“Saat ini kita mengupayakan roll out broadband di seluruh wilayah Indonesia dan sedang bersiap memasuki era 5G. Inovasi BPPT sangat diharapkan untuk mendukung transformasi digital, terutama dalam pelaksanaan Peraturan Presiden (PP) No. 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik,” katanya.
BPPT sendiri sudah berperan besar dalam melahirkan IPTEKnet di Indonesia pada 1986, yang diawali dengan visi Ketua BPPT (saat itu) B.J. Habibie untuk membuat jaringan komunikasi yang menghubungkan seluruh Indonesia. Sampai akhirnya, pada 1994, IPTEKnet menjadi internet service provider pertama di Indonesia. Saat itu, koneksi internet dilakukan secara dial up dengan kapasitas bandwidth 64 kbps.
Salah satu tantangan terbesar dari pelaksanaan transformasi ekonomi adalah menciptakan SDM yang berkualitas dan berdaya saing. Beberapa langkah diambil Pemerintah, seperti (1) pendidikan dan pelatihan vokasi di SMK, politeknik, dan Balai Latihan Kerja (BLK); (2) Kartu pra kerja yang merupakan bantuan pelatihan vokasi untuk peningkatan kompetensi; serta (3) Pemberian super deduction tax guna menstimulasi dunia usaha/dunia industri menelenggarakan kegiatan vokasi (kegiatan praktik kerja dan pemagangan) dan litbang.
Program lainnya yakni pengembangan creative and digital talent juga dilaksanakan melalui (1) pelatihan singkat (tiga bulan) untuk meningkatkan kemampuan di bidang digital, seperti cloud computing, cyber security, AI, big data, blockchain; (2) peningkatan kemampuan wirausaha (usaha start-up) di bidang digital melalui berbagai program inkubator, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun dunia usaha dan perguruan tinggi; dan (3) peningkatan kemampuan pelaku industri kreatif, khususnya di subsektor animasi, film, komik, dan games, untuk mengembangkan berbagai properti intelektual lokal dan mengomersialkannya.
“Kami harap BPPT dapat berkontribusi meningkatkan kesiapan SDM Indonesia dalam memanfaatkan dan mengembangkan teknologi. Proses alih teknologi dan pengembangan teknologi lokal diharapkan dapat dilakukan secara berkelanjutan,” ucapnya.
Di sisi lain, pemerintah telah menyerahkan 2 (dua) Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yaitu RUU Cipta Kerja dan RUU Perpajakan, untuk dibahas dan disahkan kemudian. Dengan RUU Cipta Kerja, diharapkan terjadi perubahan struktur ekonomi yang akan mampu menggerakkan semua sektor, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai 5,7%-6,0% di 2024.
“RUU Cipta Kerja memasukkan bab khusus tentang litbang, dan adanya pemberian super deduction tax untuk pelatihan/vokasi yang akan menstimulasi kegiatan litbang,” imbuh Menko Airlangga.
Sebagai penutup, Menko mengatakan, “Mari kita lihat lagi database hasil riset dan inovasi dari BPPT. Kita percaya bahwa riset dan inovasi dapat memberi multiplier effect terhadap perekonomian nasional, menciptakan lapangan kerja, dan memperluas peluang usaha.” (udy)