Senin, 2 Maret 2020
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengembangkan model
budidaya perikanan berbasis klaster dalam rangka mempercepat optimalisasi
sektor budidaya perikanan yang saat ini baru sekitar 10% tergarap di tanah air.
“Model pendekatan pengembangan budidaya berbasis klaster akan didorong
untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas dan nilai tambah yang lebih besar.
Komoditas udang akan fokus kita dorong untuk meraup devisa ekspor,” kata
Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto, Minggu (1/3).
Menurut dia, keseriusan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam
menggarap budidaya perikanan Indonesia dimulainya dari internal KKP, seperti
peningkatan produksi benih, indukan, penyediaan lahan, hingga inovasi pakan
mandiri.
Selain itu, KKP juga aktif membangun komunikasi dengan Pemerintah Daerah
(Pemda), pelaku usaha, dan pembudidaya perikanan, serta begitu juga dengan
komunikasi dengan lintas lembaga dan kementerian.
Upaya KKP mengembangkan sektor budidaya mendapat sambutan positif dari
pemerintah daerah, di antaranya Pemerintah Kabupaten Simeulue, Aceh yang dikenal
sebagai kawasan kepulauan.
“Insya Allah, budidaya salah satu sektor andalan kami di bidang perikanan.
Kami sedang menata pantai-pantai di Semeulue dan menggerakkan seluruh potensi
nelayan yang ada di sana,” ujar Bupati Semeulue Erli Hasim usai bertemu
Menteri Edhy di Jakarta.
Komoditas yang siap dikembangkan di sektor budidaya di Semeulue antara lain
lobster, udang, dan kerapu. Sedangkan rumput laut masih dalam tahap analisis.
Selain Pemkab Semeulue, Pemkab Sambas, Kalimantan Barat juga menyatakan kesiapannya.
Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Serawak, Malaysia ini memiliki 6.457
haktare potensi tambak. Dari angka tersebut, 2.691 haktare di antaranya sudah
dimanfaatkan.
“Produksi budidaya tambak di tempat kami cukup besar, untuk udang windu misalnya
mencapai 125 ton per tahun,” ujar Bupati Sambas Atbah Romin Suhaili.
Selain udang windu, masyarakat Sambas juga melakukan budidaya udang vaname
dengan produksi 150 ton per tahun, bandeng 875 ton, lalu ikan nila, kakap dan
ikan lainnya yang jumlahnya mencapai 150 ton per tahun.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyatakan, pihaknya menggunakan
teknologi Recirculation Aquaculture System (RAS) dalam rangka menyiapkan
pengembangan industri benih ikan nasional.
Teknologi perbenihan RAS dapat meningkatkan padat tebar hingga 7 kali lipat
dibandingkan dengan sistem konvensional. Selain itu, teknologi ini juga dinilai
mampu memangkas masa pemeliharaan, menaikkan tingkat kelulusan hidup dan
tingkat keseragaman ukuran.
“Dengan berbagai keunggulan yang dimiliki, RAS dapat menjadi solusi
mengatasi permasalahan kebutuhan benih ikan di seluruh Indonesia,”
katanya. (sr)