Rabu, 11 Maret 2020
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengerahkan beberapa
stimulus fiskal baru dalam rangka menopang perekonomian Indonesia yang sedang
tertekan akibat berbagai gejolak global termasuk wabah virus Corona atau
COVID-19.
“Untuk kebijakan fiskal kita lakukan seluruh pilihan policy yang pernah kita
lakukan seperti 2008-2009. Semua pilihan dibuka meski sumbernya beda tapi
dampaknya ke sektor keuangan mirip,” katanya, Selasa (10/3).
Sri Mulyani mengatakan pemerintah berencana menunda pemungutan pajak
penghasilan (PPh) Pasal 21 yang saat ini pembahasan dan persiapanya telah mencapai
95%.
“Kita sudah siapkan mekanisme terkait kita berikan berapa bulan dan scopenya
berapa saja atau sektor yang ditarget apa saja jadi kita sudah kalkulasi
sehingga dari sisi pembahasan teknis di Kemenkeu 95% sudah selesai,” katanya.
Tak hanya PPh Pasal 21, Sri Mulyani mengatakan pemerintah juga menyiapkan
stimulus fiskal melalui PPh Pasal 25 agar dapat memberi stimulus bagi pengusaha
untuk terus menjalankan proses produksi.
“Pasal 25 untuk korporasi juga kita consider yang mekanismenya sudah kita
siapkan hanya persoalannya untuk berapa lama dan sektor apa saja yang belum,”
katanya.
Berikutnya, pemerintah turut mengkaji pemberian stimulus fiskal melalui PPh
Pasal 22 mengenai pajak kegiatan impor barang konsumsi agar industri manufaktur
yang membutuhkan impor barang modal dapat segera dilakukan.
“Pasal 22 bea masuk pajak impor juga disiapkan berhubungan dengan arus barang
supaya industri manufaktur yang butuhkan impor barang modal untuk segera,”
katanya.
Ia berharap dengan adanya rencana stimulus fiskal lewat PPh Pasal 22 maka
Kementerian Perindustrian dan Pemerintah Daerah dapat turut mendorong industri
untuk mencari subtitusi impor.
“Kita harap industri dalam energi bisa substitusi. Kita berharap Kemenperin dan
Pemda mendorong industri-industri ini untuk cari substitusi impor,” ujarnya.
Selain itu, Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan mempercepat pengembalian
restitusi pajak dan meningkatkan batasannya dari Rp 1 miliar menjadi Rp 5
miliar untuk mendorong belanja masyarakat.
“Restitusi dipercepat dalam rangka cash flow. Kalau masyarakat tidak
bergerak maka penerimaan jadi lebih rendah dan cash flow sangat penting,”
ujarnya. (sr)