Jumat, 24 Juli 2020
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo tentang izin pengambilan benih bening lobster untuk ekspor bertujuan membawa manfaat ekonomi bagi nelayan, pembudidaya, pelaku usaha dan negara. Hal ini ditegaskan Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan TB Ardi Januar saat mengisi webinar yang digelar oleh Lembaga Bathsul Masail PBNU, Kamis (23/7/2020).
“Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri No. 12 Tahun 2020 ini, semua pihak mendapat keuntungan. Nelayan yang menangkap benih mendapat nilai ekonomi, para pembudidaya menerima juga nilai ekonomi, para pengusaha yang melakukan ekspor juga mendapat untung, dan negara juga mendapat pemasukan. Jadi Everybody happy. Semua mendapat manfaat dari Permen ini, yang tidak didapat di Peraturan Menteri No. 56 Tahun 2016” ujar Tb Ardi, dikutip laman KKP.
Tebe -sapaan TB Ardi Januar- menjelaskan, keputusan mengeluarkan Permen KP Nomor 12 melalui proses panjang dengan melibatkan para ahli di bidang kelautan perikanan dan juga ahli ekonomi. Keterlibatan para ahli perintah langsung Menteri Edhy agar baleid yang ambil benar-benar matang.
Alasan lain KKP mengeluarkan Permen 12 tahun 2020 adalah keluh-kesah ribuan nelayan penangkap lobster yang kehilangan mata pencarian sejak terbitnya Permen KP 56/2016. Permen tersebut juga melarang pengambilan benih untuk dibudidaya sehingga mematikan usaha budidaya lobster masyarakat.
“Yang jelas bahwa di Permen 56 nelayan tidak mendapat nilai ekonomi, pembudidaya tidak mendapat nilai ekonomi, negara tidak mendapat pemasukan. Sementara benih tetap diambil oleh penyelundup,” tegasnya.
Tebe menceritakan, saat pengambilan benih lobster dilarang, ironinya penyeludupan terus berjalan. Akibatnya tidak hanya nelayan dan pembudidaya yang terpuruk ekonominya, negara juga rugi. Berdasarkan data PPATK, kerugian negara imbas penyelundupan benih lobster mencapai Rp900 miliar.
Di samping itu, pelarangan penangkapan benih lobster mengakibatkan persoalan sosial di tengah masyarakat. Sejumlah nelayan penangkap benih ditangkap aparat, yang berujung pada pembakaran kantor polisi di Pandeglang dan Sukabumi.
Menurut Tebe, Menteri Edhy tak cuma mementingkan manfaat ekonomi dalam menerbitkan kebijakan. Keberlanjutan lobster dan kelestarian lingkungan juga masuk perhitungan. Itulah sebabnya, penangkapan benih harus menggunakan alat statis yang tidak merusak ekosistem laut dan pembudidaya diwajibkan melepasliarkan hasil panen 2 persen ke alam, khususnya di wilayah konservasi.
Tebe juga memastikan, Permen KP Nomor 12 tahun 2020 sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, dimana bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Mari kita awasi sama-sama, ini Permen sudah berjalan. Kita lihat 2-3 tahun ke depan, kalau lobster itu betul-betul punah seperti yang dikhawatirkan, sejarah akan menghukum Edhy Prabowo. Tapi kalau dalam kurun waktu yang sama lapangan kerja tercipta, pendapatan nelayan bertambah, pemasukan negara bertambah, ya harus diakui bahwa Permen 12 ini adalah solusi, bahwa Edhy Prabowo meninggalkan legacy yang bermanfaat,” pungkasnya.
Dalam webinar tentang Telaah Kebijakan Ekspor Benih Lobster tersebut turut dihadiri berbagai pihak, di antaranya Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019 Susi Pudjiastuti, ahli lobster Bayu Priyambodo, serta perwakilan Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (Kiara), dan Wakil Ketum PBNU Prof. M. Maksum Mahfud.(udy)