Jumat, 24 Juli 2020
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Pelaksanaan uji klinis vaksin Covid-19 Sinovac sejauh ini belum bisa dilakukan karena masih menunggu rekomendasi dari Komite Etik Penelitian Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung. Rekomendasi ini untuk memastikan keselamatan relawan.
Hal itu dijelaskan Ketua Tim Uji Klinis Vaksin Fakultas Kedokteran Unpad, Kusnandi Rusmil usai jumpa pers di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Bandung, Jumat, (24/07).
Ia mengungkapkan, komite etik meminta sejumlah perbaikan dalam hal prosedur pengujian vaksin agar lebih memastikan keselamatan para relawan.
“Ada tambahan pemeriksaan yang diminta. Kenapa diminta? Karena ini penyakit baru sehingga perlu hati-hati jangan sampai ada apa-apa. Mungkin pemikirannya seperti itu dari komite etik. Pada prinsipnya agar subyek (relawan), aman,” kata Kusnandi, seperti dikutip viva.co.id.
Bio Farma mengatakan vaksin buatan China yang dipilih karena rekam jejak produksi vaksin termasuk SARS dan flu babi.
Namun, Kusnandi belum dapat menjelaskan pemeriksaan apa saja yang perlu diperbaiki. Hal itu lebih mengarah pada pemeriksaan kedokteran. “Saya akan melakukan konsultasi dengan konsultan medis,” kata Kusnadi.
Komitmen Pemerintah
Sementara itu, pemerintah Indonesia melalui Satuan Tugas Penanganan COVID-19 mengatakan mereka berkomitmen melindungi kesehatan para relawan.
“Jaminan kesehatan, semua pasti akan dilindungi pemerintah. Kami update kalau keadaan sudah semakin jelas,” kata Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito, hari ini (24/07).
Sebelumnya, uji klinis vaksin Covid 19 ditargetkan akan dilakukan awal Agustus 2020, namun proses itu masih menunggu rekomendasi Komite Etik.
Rekomendasi itu diperlukan untuk diajukan ke Badan POM, sebagai pihak yang berwenang untuk mengeluarkan izin uji klinis vaksin.
“Fase tiga untuk lebih memastikan vaksin ini aman dan mempunyai efek yang baik (menimbulkan antibodi) dengan jumlah sampel di banyak tempat,” kata Kusnandi, yang merupakan salah satu ahli vaksin di Indonesia ini.
Butuh 1.620 Relawan
Di Indonesia, uji klinis Sinovac dilakukan kerjasama antara Unpad dan Biofarma, di enam lokasi di Kota Bandung, yakni di Rumah Sakit Pendidikan Unpad, Balai Kesehatan Unpad, dan empat puskesmas.
Berdasarkan hitungan statistik yang dilakukan Biofarma, dibutuhkan sebanyak 1.620 relawan yang berusia antara 18 hingga 59 tahun.
“Kenapa usia produktif yang jadi target? Karena mereka bisa bekerja dengan baik, sehingga negara tidak defisit,” kata Kusnandi.
Uji klinis ini juga melibatkan sejumlah tim yang beranggotakan dokter anak, dokter penyakit dalam, dan orang dengan keahlian yang dibutuhkan.
Dalam proses penelitian ini, koordinator lapangan tim uji klinis vaksin Covid 19, Eddy Fadlyana mengatakan, 1.620 relawan akan dibagi dua kelompok besar, masing-masing 810 orang.
Satu kelompok akan disuntikkan vaksin, satu lagi hanya disuntikkan cairan H2O, untuk menguji efek plasebo.
Untuk memenuhi standar registrasi vaksin, 540 orang pertama yang divaksin akan dipantau selama tiga bulan untuk melihat keamanan dan efektivitas vaksin.
“Setelah tiga bulan dipantau, pemantauan akan dilanjutkan selama tiga bulan berikutnya, terutama untuk efikasinya (efektivitasnya).
“(Membandingkan) mereka yang dapat plasebo dengan yang mendapat vaksin apakah angka risiko sakitnya sama, rendah atau lebih tinggi selama 6 bulan itu.
“Maka kita mendapat data yang lengkap setelah enam bulan. Kekebalan setelah enam bulan dipantau lagi, apakah kekebalannya masih cukup tinggi sehingga kekebalan lebih panjang atau sudah turun,” kata Eddy.
Selain Indonesia, uji klinis Sinovac dilakukan di Brasil, India, Bangladesh, dan Chili.
“Kalau umpamanya di lima negara ini dijadikan satu dan hasilnya aman, maka vaksin ini boleh dijual,” kata Kusnandi.
Klaim keamanan vaksin juga didasarkan pada bahan vaksin yang menggunakan virus SAR Cov2 yang dimatikan, bukan dilemahkan. (au)