Mantan Ketua KPK Setuju Hukuman Mati untuk Edhy dan Juliari

Oleh ulfi

Kamis, 18 Februari 2020

Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Sejumlah pihak setuju tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara layak dijatuhi hukuman mati. Itu, di antaranya dinyatakan mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo.

Pasalnya, lanjut Agus, hal itu dilakukan dalam rentang waktu korupsi yang mereka lakukan terjadi saat Indonesia tengah dilanda bencana pandemi Covid-19.

“Undang-undangnya memungkinkan. Apabila syaratnya terpenuhi bisa diterapkan hukuman mati,” kata Agus kepada wartawan, hari ini.

Seperti diketahui Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara kena operasi tangkap tangan (OTT). Edhy Prabowo merupakan tersangka penerima suap kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster, sedangkan Juliari Batubara tersangka kasus dugaan suap terkait bantuan sosial (bansos) untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.

Agus menuturkan, tuntutan hukuman mati terhadap kedua mantan menteri kabinet Jokowi-Maruf Amin itu dapat menjadi efek jera yang paling efektif untuk mencegah perilaku koruptif pejabat negara agar tak terulang di kemudian hari.

“Mungkin pertimbangan penting lainnya, efek pencegahan, karena hukuman mati akan membuat orang takut dan jera melakukan korupsi (deterrent effect),” kata Agus.

Agus bahkan mendorong agar kedua tersangka ini bisa dikenakan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Pasal itu layak diterapkan karena belakangan mulai terkuak ada pihak-pihak lain yang ikut kebagian uang hasil korupsi keduanya, serta upaya menyembunyikan uang korupsi dalam bentuk lain.

“Hukuman maksimal lain pantas digunakan, yaitu hukuman seumur hidup dan diberlakukan TPPU kepada yang bersangkutan,” kata Agus.

Sementara itu, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menanggapi wacana tuntutan hukuman mati tersebut. Ia mengatakan, KPK memahami harapan masyarakat mengenai tuntutan hukuman mati tersebut karena praktik korupsi itu dilakukan di tengah pandemi.

Ali membenarkan bahwa secara normatif dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, terutama Pasal 2 Ayat (2), hukuman mati diatur secara jelas dan dapat diterapkan. Akan tetapi, katanya, penerapan hukuman tersebut bukan hanya soal karena terbuktinya unsur ketentuan di dalam keadaan tertentu, melainkan semua unsur dalam Pasal Ayat (1) UU Tipikor harus dipenuhi.

“Penanganan perkara oleh KPK dalam perkara dugaan suap benur di KKP dan bansos di Kemensos, saat ini pasal yang diterapkan terkait dengan dugaan suap yang ancaman hukuman maksimalnya sebagaimana ketentuan UU Tipikor adalah pidana penjara seumur hidup,” kata Ali menerangkan. Ia menekankan bahwa semua perkara hasil tangkap tangan yang dilakukan KPK diawali dengan penerapan pasal-pasal terkait dugaan suap.

Menurut Ali, pengembangan terkait kasus tersebut sangat dimungkinkan, seperti penerapan Pasal 2 atau 3 UU Tipikor, bahkan penerapan ketentuan UU lain seperti TPPU. “Kami tegaskan, tentu sejauh ditemukan bukti-bukti permulaan yang cukup untuk penerapan seluruh unsur pasal-pasal dimaksud. Proses penyidikan kedua perkara tersebut sampai saat ini masih terus dilakukan,” kata Ali menjelaskan. (ulf)

Silakan baca juga

Gunung Lewotobi Laki-Laki Erupsi, BNPB Tambah Dukungan Dana Siap Pakai

Jalan Tol Binjai – Langsa Seksi Kuala Bingai – Tanjung Pura Segera Beroperasi

Kementerian PUPR Jajaki Kerja Sama dengan Finlandia dalam Pengembangan Smart City di IKN

Leave a Comment