Kamis, 2 Juni 2022
Jakarta, MINDCOMMONLINE. COM-Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN) 2023 diminta memacu ekonomi yang berkualitas dengan memperkuat usaha mikro kecil menengah (UMKM), industri dalam negeri, dan sumberdaya manusia.
“Jangan untuk impor dan jangan untuk yang sifatnya fisik saja. APBN 2023 harus mendorong ekonomi yang berkualitas. Ini momentum yang baik pasca-pandemi Covid-19 dan sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo,” kata Wakil Ketua DPR Bidang Koordinasi Industri dan Pembangunan, Rachmat Gobel di Jakarta, Rabu (1/6).
Hal itu dia kemukakan terkait tangggapan pemerintah atas pandangan fraksi-fraksi terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal 2023 yang disampaikan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, pada Rapat Paripurna DPR, di Jakarta, pada 31 Mei 2022.
Menurut dia, ekonomi yang berkualitas adalah ekonomi yang memakmurkan seluruh lapisan masyarakat melalui pemerataan ekonomi dan kuatnya industri nasional, dengan mengandalkan SDM berkualitas.
Ia mengatakan kemakmuran lebih mudah dicapai jika fokus pada pembangunan pertanian, peternakan, perikanan-kelautan, pariwisata, ekonomi kreatif, dan UMKM, karena semua sektor tersebut melibatkan tenaga kerja yang besar dan bertumpu di perdesaan serta masyarakat lapis bawah.
“Utamanya pertanian. Selain menjaga nilai tukar petani, juga menaikkan produktivitas pertanian. Ini juga akan memperkuat pangan nasional. Apalagi krisis pangan dunia mulai mengancam akibat Perubahan iklim, pandemi, dan konflik Rusia-Ukraina,” kata Rahmat Gobel.
Pada era persaingan global saat inim katanya, yang akan menang adalah negara dengan daya dukung ekonomi nasional yang kuat dan yang memiliki kualitas SDM yang kompetitif. Untuk itu, ia meminta menteri pendidikan dan kebudayaan lebih fokus pada pembangunan manusia bukan proyek fisik dan ganti-ganti sistem pendidikan.
Ekonomi nasional yang kuat, katanya, bukan terletak pada kekayaan alam yang melimpah, jumlah penduduk yang besar, atau wilayah yang luas. Tapi pada kemampuan menguasai pasar dalam negeri dengan produk-produk yang diproduksi sendiri.
“Karena di balik itu ada manusia-manusia yang berkualitas,” katanya. Sedangkan negeri yang hanya mengandalkan kekayaan alamnya belaka, akan berpikir jangka pendek, menggali dan menebang untuk kemudian menjual.
“Biasanya, pasangan ekonomi seperti itu adalah cuma mengimpor dan menjual. Tak butuh kecanggihan apapun. Ekonomi yang semacam ini tak menghasilkan peradaban. Hanya menghasilkan orang-orang kaya yang tercerabut dari akar bangsanya sendiri. Indonesia tak didirikan untuk menjadi negeri dan bangsa semacam itu,” kata dia.
Mantan Menteri Perdagangan itu juga menyoroti pembangunan infrastruktur yang masih impor barang-barang yang justru sudah bisa diproduksi di dalam negeri.Pembangunan, katanya, justru harus memperkuat industri dalam negeri.
Hal itu dia kritisi karena pada 2021 impor baja naik 22 persen dan proporsi baja impor pada tahun itu mencapai 43%. Berdasarkan data statistik, impor besi dan baja pada 2020 senilai US$ 7,985 miliar. Namun pada 2021 melonjak menjadi US$ 11,957 miliar. Sedangkan untuk barang elektronika melonjak menjadi US$ 22,338 miliar pada 2021, melonjak 17,4% dibanding 2020. (sr)