Selasa, 19 Juli 2022
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM-PT Bukit Asam Tbk (PTBA) secara bertahap beralih ke kendaraan berbasis listrik untuk operasional pertambangan.batu bara sebagai bagian dari komitmen perusahaan untuk melakukan dekarbonisasi,
“Upaya ini juga untuk mendukung target net zero emission pada 2060 yang dicanangkan oleh pemerintah, sejalan dengan visi PTBA untuk menjadi perusahaan energi dan kimia kelas dunia yang peduli lingkungan,” kata Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk Arsal Ismail, Senin (18/7).
Saat ini, PTBA telah menggunakan 7 shovel electric dan 40 haul dump (HD) hybrid untuk operasional pertambangan yang rata-rata mengurangi emisi sebesar 17 ribu tCO2e per tahun.
“Dari sisi biaya, kendaraan listrik juga lebih efisien dibanding kendaraan berbahan bakar minyak sebab rata-rata shovel electric 30% lebih hemat. Sedangkan HD Hybrid 70% lebih hemat biaya operasional,” kata Arsal.
Penggunaan kendaraan listrik akan terus ditingkatkan. Di tahun ini, PTBA berencana mengoperasikan 15 bus listrik. Penggunaan light vehicle (LV) electric juga sedang dikaji.
Tak hanya penggunaan kendaraan listrik untuk operasional tambang, PTBA saat ini memiliki berbagai program lain untuk menekan emisi karbon, antara lain mengubah alat pertambangan berbahan bakar minyak menjadi berbahan bakar listrik lewat program Eco-Mechanized Mining (e-MM).
Kemudian melakukan reforestasi pada lahan bekas tambang, dengan menggandeng Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk melakukan studi terkait tanaman yang mampu mereduksi emisi karbon di udara, dan mengganti bahan perusak ozon (BPO) seperti penggunaan refrigerant AC yang ramah lingkungan dan penggantian BPO-Halon 1211 pada Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
Wujud komitmen terhadap isu perubahan iklim juga telah ditunjukkan dengan kerja sama strategis antara PTBA dengan lembaga international CDP (Carbon Disclosure Project) dalam bentuk pendampingan penyusunan Laporan CDP-Climate Change PTBA. (ki)
Cegah Inflasi Tinggi, Distribusi Bahan Pokok perlu Dijaga
Selasa, 19 Juli 2022
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM-Pemerintah disarankan untuk terus menjaga distribusi bahan kebutuhan pokok masyarakat, guna mencegah inflasi yang terlalu tinggi.
“Kita mungkin juga perlu neraca ketersediaan barang kebutuhan pokok (bapok) terutama di setiap daerah sehingga daerah-daerah yang surplus bisa segera diidentifikasi, demikian juga daerah yang defisit,” kata Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual, Senin (18/7).
Dengan neraca tersebut, daerah yang mengalami surplus bahan pokok bisa segera mendistribusikan komoditas kepada daerah yang mengalami defisit.
“Jadi perlu ada pemantauan terus-menerus terhadap ketersediaan pasokan di berbagai daerah sehingga bisa saling koordinasi untuk memenuhi kebutuhan antar daerah,” ucapnya.
Ke depan produsen juga diprediksi akan menyalurkan kenaikan harga di tingkat produsen secara gradual kepada konsumen.
Pada kuartal I 2022 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indeks harga produsen (IHP) meningkat 9,06% year on year, sementara indeks harga konsumen baru meningkat atau mengalami inflasi 4,35% year on year pada Juni 2022.
“Kalau di tingkat konsumen memang belum naik sesuai kenaikan harga inputnya, jadi pelan-pelan memang di beberapa sektor sudah mulai menaikkan harga tapi secara gradual,” katanya.
Ia memperkirakan inflasi harga di tingkat konsumen akan mencapai sekitar 5% secara tahunan sampai akhir 2022.
Untuk mengantisipasi inflasi, Bank Indonesia diperkirakan akan memperketat likuiditas dengan meningkatkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate berkisar 75 basis poin (bps) hingga 175 bps sampai akhir 2022.
“Di bulan Juli ini, The Fed mungkin akan menaikkan suku bunga acuannya lagi sebesar 75 bps sampai 100 bps dan kita mungkin akan mulai menaikkan suku bunga acuan di bulan ini,” ucapnya. (sr)