Kamis, 18 Maret 2021
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM-Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Pungkas Bahjuri Ali menilai pengendalian tembakau memerlukan pendekatan yang holistik dan komprehensif, sehingga upaya menekan prevalensi merokok dapat berjalan optimal.
“Kita tidak bisa mengendalikan rokok dari satu sisi, harus ada dari edukasi juga, ada juga tax policy, bahkan peningkatan suplai tembakau. Kalau regulasi ini terus diputar, ada sektor yang terkait yaitu kesehatan, pertanian, ekonomi, komunikasi, media. Maka perlu dialog antarsektor,” ujar Bahjuri, Rabu (17/3).
Bahjuri menuturkan, pihaknya kini tengah menyusun strategi kolaborasi untuk peta jalan pengendalian tembakau di Indonesia yang sesuai dengan arah kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Prevalensi merokok di Indonesia terus meningkat dinilai karena kebiasaan merokok sudah dimulai sejak dini seiring harga rokok yang masih terjangkau di pasaran. Terjangkaunya harga rokok disinyalir salah satunya disebabkan praktik pelanggaran penjualan rokok di bawah harga pita cukai.
Soal kebijakan harga di bawah pita cukai tersebut, pemerintah diharapkan untuk dapat melakukan pengawasan lebih serius agar akses dan keterjangkauan rokok tidak makin terbuka, khususnya pada anak-anak dan remaja.
Analis Kebijakan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febri Pangestu mengatakan, instrumen kebijakan Kemenkeu untuk pengendalian konsumsi tembakau telah mencakup tarif cukai dan harga rokok.
“Kami juga mengatur harga transaksi pasar (HTP) yang merespons praktik di lapangan, apabila tidak ada pengaturan harga, perusahaan memainkan dengan menjual rokok cukup murah. Karena perusahaan besar punya pabrikan besar sehingga bisa menekan harga menjadi rendah,” ujar Febri.
Soal pengawasan harga, Febri memastikan bahwa Kementerian Keuangan melakukan pemantauan secara berkala.
“Untuk pengawasan harga rokok, Dirjen Bea Cukai melakukan monitoring HTP per tiga bulan, dari warung, swalayan, minimarket, untuk melihat tingkat harga apakah sudah bergerak atau disesuaikan dengan cukai,” kata Febri.
Secara keseluruhan industri, BKF sebelumnya memprediksi konsumsi rokok akan turun selama 2020 akibat pandemi COVID-19, namun ternyata penurunannya tidak sedalam yang diprediksi karena adanya perubahan pada tren pasar yang beralih ke rokok murah.
“Terjadi perubahan pasar, karena terjadi penurunan produksi terbesar pada rokok golongan 1, tetapi golongan bawah tumbuh positif. Akhirnya konsumen mengompensasi ke rokok yang lebih murah,” ujar Febri. (ki)