Selasa, 30 Maret 2021
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM-Peternak unggas mandiri yang tergabung dalam Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PPRN) mengharapkan perlindungan dari pemerintah soal tata niaga perunggasan yang dinilai belum berpihak kepada mereka.
Ketua PPRN Alvino Antonio, Senin (29/3), mengatakan selama ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Pertanian (Kementan) sebagai ujung tombak penyelesaian tata kelola unggas dinilai belum serius melindungi peternak rakyat.
“Padahal UU No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pasal 29 ayat 5 mengamanatkan pemerintah berkewajiban untuk melindungi usaha peternakan dalam negeri dari persaingan tidak sehat di antara pelaku pasar,” katanya.
Menurut dia, kebijakan pengendalian supply and demand unggas saat ini belum memberi perlindungan bagi peternak rakyat, seperti harga DOC (Day Old Chicken) per hari ini berkisar di Rp 7.500 dan kalau beli di pihak ketiga harganya lebih dari Rp 8.000. Sementara, acuan Permendag No.7 Tahun 2020 sekitar Rp 5.000-Rp 6.000.
“Kalau harga sesuai acuan, mungkin kami bisa bertahan. Harga DOC saja sudah selisih Rp2.000. Belum harga-harga lain, seperti pakan, hingga harga jual yang tidak stabil,” ujar Alvino saat menyerahkan Nota Keberatan ke-2 terhadap Kementan di Gedung Kementerian Pertanian.
Sebelumnya, PPRN telah menyampaikan Nota Keberatan ke-1 kepada Kementan pada Senin, 15 Maret 2021.
Menurut dia, akibat tata kelola perunggasan yang dinilai tidak adil tersebut menyebabkan peternakan unggas rakyat merugi sekitar Rp 5,4 triliun sepanjang 2019 dan 2020.
Oleh karena itu, pihaknya meminta Kementan memberikan ganti rugi untuk seluruh peternak dan mengubah kebijakan tata kelola unggas yang lebih berpihak kepada peternak unggas mandiri
Sementara itu, Ketua KPPU (Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha) Kodrat Wibowo mengatakan dugaan praktek kartel atau monopoli bisnis unggas harus disertai bukti dan fakta.
Disebut monopolisasi kalau bisa dibuktikan bersekongkol, berusaha mengatur semua hal, tambahnya, terutama di hulu, mulai dari pangannya, DOC, mengatur kuantitas hingga harga jual di pasar.
“Ada tuntutan peternak yang merasa dizolimi dan dirugikan. Bahwa ada dugaan monopoli di hulu, seperti pakan dan lain-lain. Sehingga membuat peternak mandiri kesulitan, karena peternak tidak punya pilihan selain (beli) di dua (integrator) ini,” katanya.
Kedua integrator diduga ikut menjual ayamnya di pasar domestik, tidak seperti yang diarahkan pemerintah untuk melakukan ekspor, tambahnya, sehingga over supply dan harga jatuh.
“Dalam kacamata hukum tinggal (itu semua perlu) pembuktiannya. Harus (ada) data dan fakta tertulisnya,” kata Kodrat.
Kodrat menilai persoalan tata kelola unggas sangat kompleks, tidak hanya soal pakan dan DOC, tetapi secara menyeluruh pada pengaturan ekosistemnya. (ki)