Selasa, 14 September 2021
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN)
Kementerian Perdagangan Veri Anggrijono mengajak konsumen untuk lebih teliti dan bijak
sebelum melakukan pinjaman online (fintech lending). Berdasarkan survei yang dilakukan
Kemendag, kesadaran konsumen mengakses informasi sebelum membeli dan menggunakan jasa
masih rendah. Kemendag mengingatkan agar masyarakat mencari informasi selengkaplengkapnya mengenai penyedia jasa pinjaman online agar konsumen tidak dirugikan. Konsumen yang bijak akan mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat menuju Indonesia maju.
Demikian penjelasan Dirjen PKTN Kemendag Veri Anggrijono saat membuka Webinar Penyuluhan
Perlindungan Konsumen Kepada Mahasiswa dengan tema “Perlindungan Konsumen pada Fintech
Lending (Pinjaman Online)”, Senin (13/9). Webinar ini diikuti sebanyak 450 peserta
yang terdiri atas mahasiswa dan dosen dari berbagai universitas yang tersebar di seluruh
Indonesia.
“Kehadiran aplikasi pinjaman online dapat memberikan kemudahan dan solusi bagi konsumen
terkait finansial. Namun, konsumen perlu mengetahui dengan jelas informasi atas penggunaan
barang dan/atau pemanfaatan jasa. Tujuannya agar konsumen tidak mengalami kerugian,” tegas
Veri.
Veri menjelaskan, berdasarkan survei keberdayaaan konsumen yang dilakukan Kementerian
Perdagangan, salah satu dimensi terendah dalam menganalisa pinjaman online yaitu “pencarian
informasi”.
“Artinya, kesadaran konsumen untuk mencari informasi sebelum membeli barang atau
menggunakan jasa masih rendah. Untuk itu, kami mengajak konsumen untuk lebih teliti sebelum
melakukan pinjaman dengan memperhatikan legal aspek penyedia jasa, melakukan pinjaman
sesuai kebutuhan dan kemampuan, dan pinjaman digunakan sesuai keperluan,” terang Veri.
Veri menyampaikan, mahasiswa merupakan agen perubahan. Mahasiswa diharapkan dapat
menjadi perpanjangan tangan pemerintah dalam melakukan edukasi kepada masyarakat
sekitarnya terkait perlindungan konsumen. “Kami berharap peran penting mahasiswa dalam
mewujudkan konsumen yang cerdas, berdaya, dan cinta produk dalam negeri,” imbuhnya.
Hadir sebagai narasumber Kepala Departemen Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) Agus Fajri Zam; Koordinator Pengendalian Data Pribadi Kementerian Komunikasi dan
Informatika Rajmatha Devi; serta Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama
Indonesia (AFPI) Kuseryansyah.
Agus Fajri Zam menuturkan, untuk menghindari investasi ilegal, konsumen harus selalu ingat 2L
yaitu legal dan logis. “Legal artinya, konsumen menggunakan produk yang diatur dan diawasi
regulator terkait serta memastikan entitasnya sudah mendapatkan izin sesuai kegiatan investasi.
Sedangkan logis artinya, tidak mudah terpengaruh dengan siapapun. Konsumen harus
menggunakan akal sehat dan menyandingkan hasil investasi dengan instrumen lainnya,” kata
Agus.
Dalam menggunakan pinjaman online, konsumen juga diimbau untuk hanya mengakses ke
pinjaman online resmi yang terdaftar/berizin di OJK. Konsumen juga harus selalu cek legalitas
pinjaman online ke Kontak 157/ WhatsApp 081157157157. OJK bersama Kepolisian Republik
Indonesia dan Kementerian Komunikasi dan Informatika juga akan menindak tegas jika ada
pinjaman online ilegal/rentenir online yang berpotensi melanggar hukum.
Sedangkan Rajmatha Devi mengungkapkan, perlindungan data pribadi konsumen dalam
penggunaan layanan pinjaman online juga penting untuk diperhatikan. Cara yang dapat dilakukan
konsumen untuk melindungi data pribadi yaitu hanya menginstal aplikasi dari tempat resmi dan
hanya mengunduh aplikasi pinjaman online dari perusahaan yang terdaftar di OJK. Konsumen juga
harus mempelajari permintaan akses dari aplikasi yang diunduh, terutama terkait dengan akses
kepada data pribadi.
“Konsumen harus meningkatkan kesadaran keamanan berinternet. Bijaksanalah dalam
memberikan informasi/data pribadi di internet. Kenali lingkungan sekitar ketika berinteraksi di
internet (media sosial) dan pahami dengan siapa konsumen dalam berkomunikasi,” tambah Devi.
Devi menyampaikan, untuk mewujudkan perlindungan data pribadi di Indonesia, dibutuhkan juga
peran serta dari berbagai pemangku kepentingan seperti pemerintah, akademisi dan komunitas,
pelaku usaha, serta masyarakat. Pemerintah sebagai pengawas diperlukan untuk melakukan
perumusan regulasi, sosialisasi, dan pengawasan terhadap implementasi perlindungan data
pribadi. Sedangkan ademisi dan komunitas akan membantu mengedukasi peningkatan kesadaran
masyarakat akan pentingnya perlindungan data pribadi.
Sementara itu, lanjut Devi, pelaku usaha akan memastikan kesesuaian terhadap pemrosesan data
pribadi dengan menerapkan PPPT (policy, process, people, technology/kebijakan, proses, orang,
teknologi) terkait perlindungan data pribadi. Terakhir, masyarakat juga perlu ikut membangun
kesadaran akan pentingnya melindungi data pribadi serta menerapkan langkah-langkah
pengamanan data pribadi.
Kuseryansyah menambahkan, Indonesia memiliki Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia
(APFI) sebagai asosiasi resmi penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi
informasi di Indonesia. AFPI memperhatikan dan menegakkan perlindungan konsumen
penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI).
Konsumen yang dirugikan oleh anggota AFPI dapat melaporkan melalui website AFPI, email,
telepon, dan datang langsung. “Untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan serta keberlanjutan
industri, AFPI memiliki pedoman perilaku yang menjadi panduan bagi anggotanya” jelas
Kuseryansyah.
Menurut Kuseryansyah, untuk memperkuat pemberantasan pinjaman online ilegal, diperlukan
payung hukum setara dengan undang-undang. “Kami berharap ada peraturan yang mengatur
bahwa hanya pinjaman online berizin yang boleh beroperasi,” tuturnya.
Direktur Pemberdayaan Konsumen Ojak Simon selaku moderator berharap kegiatan ini dapat
memberikan pencerahan bagi seluruh peserta. Webinar ini juga diharapkan dapat mempererat
kerja sama dan koordinasi dalam menegakkan Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen
untuk mewujudkan perlindungan konsumen menuju Indonesia maju.
“Pelaku usaha harus bertanggung jawab serta memiliki etika bisnis, tertib mutu, tertib ukur, dan
tertib niaga. Di sisi lain, Pemerintah akan terus menegakkan hukum bagi pelaku usaha yang tidak
memenuhi persyaratannya dalam melindungi konsumen. Hal ini dilakukan sebagai salah satu
bentuk jaminan perlindungan kepada konsumen serta pemenuhan hak konsumen,” pungkas Ojak. (dya)