Ombudsman Usul HET hanya untuk Minyak Goreng Curah

Oleh sukri

 Rabu, 16 Maret 2022

Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM-Harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng diusulkan hanya diberlakukan untuk minyak goreng curah karena merupakan produk yang paling banyak digunakan oleh masyarakat miskin dan pelaku UMKM.

“Opsi pertama harga dilepaskan ke pasar untuk kemasan premium dan medium, tapi di satu sisi yang curah tetap diberlakukan dengan harga eceran tertinggi,” kata Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika di Jakarta, Selasa (15/3).

Yeka menyebut HET untuk minyak goreng kemasan premium dan medium lebih baik dicabut dan dikembalikan pada mekanisme pasar. Hal tersebut, kata dia, dimaksudkan agar disparitas harga yang ada antara kebijakan Domestic Price Obligation (DPO), HET, dan harga minyak goreng di lapangan yang masih sangat tinggi.

Pemerintah menerapkan DPO bagi produsen minyak kelapa sawit untuk menjual CPO kepada produsen minyak goreng seharga Rp 9.300 per liter dengan tujuan agar produsen minyak goreng bisa menjual produknya maksimal paling mahal Rp 14.000 per liter. Namun kenyataannya harga minyak goreng di pasar tradisional rata-rata masih berada di kisaran Rp 20.000 hingga Rp 30.000/liter.

Paling banyak sekitar 80%  minyak goreng dijual seusai HET dan hanya terjadi di pasar modern. Meski harga sesuai HET, keberadaan minyak goreng Rp 14.000 per liter di pasar modern sangat terbatas atau langka.

Dikatakannya HET untuk minyak goreng kemasan premium dan sederhana dicabut karena pembelinya dinilai sebagai masyarakat menengah ke atas. Sementara minyak goreng curah yang rata-rata pembelinya masyarakat miskin tetap diberikan harga murah dengan kebijakan HET maksimal Rp 11.500 per liter.

Opsi lain yang direkomendasikan Ombudsman RI adalah mencabut seluruh HET minyak goreng agar harga dikembalikan pada mekanisme pasar. Sementara pemerintah fokus melindungi kelompok rentan terhadap minyak goreng mahal dengan memberikan subsidi bantuan langsung tunai (BLT).

Yeka memahami bahwa BLT minyak goreng akan membebankan APBN, namun dia menyarankan agar pemerintah menaikkan pajak dan levy ekspor produk turunan CPO seperti RBD Palm Olein, RBD Palm Oil, RBD Palm Stearin, dan PFAD. Peningkatan pajak ekspor produk turunan CPO tersebut digunakan untuk mensubsidi harga minyak goreng mahal bagi masyarakat miskin dan UMKM.

Menurut dia tren harga minyak sawit dunia terus meningkat dari tahun ke tahun. Kenaikan harga CPO tersebut juga berdampak dengan kenaikan harga minyak goreng lantaran minyak kelapa sawit menjadi bahan baku.

Ombudsman memprediksi harga minyak sawit dunia akan terus meningkat seiring tren naiknya dan harga minyak goreng juga akan mengalami kenaikan. (ki)

 

Silakan baca juga

Gunung Lewotobi Laki-Laki Erupsi, BNPB Tambah Dukungan Dana Siap Pakai

Jalan Tol Binjai – Langsa Seksi Kuala Bingai – Tanjung Pura Segera Beroperasi

Kementerian PUPR Jajaki Kerja Sama dengan Finlandia dalam Pengembangan Smart City di IKN

Leave a Comment