Defisit APBN Hingga Akhir Oktober 0,91% PDB

Oleh rudya

Jumat, 25 November 2022

Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM  – Realisasi belanja negara per Oktober tercatat  sebesar Rp 2.351,1 triliun (75,7 persen dari pagu target APBN sesuai Perpres 98/2022 (Pagu)) atau. tumbuh 14,2  persen yoy. Melalui Belanja Negara, APBN sebagai shock absorber melindungi masyarakat, mendukung sektor prioritas dan mendorong pemulihan ekonomi. 

Adapun  realisasi belanja kementerian /lembaga (K/L)  Rp754,1 triliun (79,7 persen dari pagu), utamanya dimanfaatkan untuk penyaluran berbagai bansos dan program PEN ke masyarakat, pengadaan peralatan/mesin, jalan, jaringan, irigasi, belanja pegawai termasuk THR dan Gaji ke-13; dan kegiatan operasional K/L.

Sementara belanja Non-KL mencapai Rp917,7 triliun(67,7 persen dari Pagu) utamanya didukung penyaluran subsidi, kompensasi BBM dan listrik, dan pembayaran pensiun (termasuk THR dan Pensiun ke-13) serta jaminan kesehatan ASN.

Peran APBN sebagai shock absorber di tengah peningkatan dampak risiko global juga ditunjukkan oleh penyaluran program perlindungan sosial tambahanyaitu berupa Bantuan Langsung Tunai BBM (BLT BBM), Bantuan Subsidi Upah (BSU), dan Dukungan APBD yang telah terealisasi sebesar Rp15,6 triiliun per akhir Oktober. Bantuan tambahan tersebut melengkapi program perlinsos yang sudah ada sebelumnya seperti Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako, BLT Minyak Goreng, Bantuan Tunai PKL WN, Subsidi Bunga KUR, dan BLT Desa. Pemberian bantuan tambahan tersebut ditujukan untuk memberi manfaat lebih besar dan efektif bagi masyarakat bawah, serta agar dampak peningkatan risiko global tidak dirasakan terlalu dalam.

Sementara itu, realisasi Transfer ke Daerah (TKD) sampai dengan 31 Oktober 2022 mencapai Rp679,2 triliun atau 84,4 persen dari Pagu, tumbuh sebesar 5,7 persen (yoy). Kinerja penyaluran TKD dipengaruhi kondisi sebagai berikut: (i) penyaluran DBH reguler yang lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu; (ii) kepatuhan pemerintah daerah yang lebih baik dalam menyampaikan syarat salur; dan (iii) penyaluran DID tahap I sebesar 50 persen  telah disalurkan seluruhnya, namun masih lebih kecil dari tahun lalu karena pagu alokasi DID tidak sebesar tahun lalu.

Alokasi PC-PEN tahun 2022 terdiri dari penanganan kesehatan sebesar Rp122,54 triliun, perlindungan masyarakat sebesar Rp154,76 triliun, dan penguatan pemulihan ekonomi sebesar Rp178,32 triliun. Realisasi PC-PEN hingga 18 November 2022 mencapai Rp280,7 triliun atau 61,6 persen dari total alokasi sebesar Rp455,62 triliun, meliputi: a) Penanganan Kesehatan Rp48,6 triliun; b) Perlinmas Rp123,0 triliun; dan c) Penguatan Pemulihan Ekonomi Rp109,0 triliun.

Selanjutnya, pembiayaan investasi terus didorong untuk mendukung pembangunan di sektor prioritas dan upaya pemulihan ekonomi. Realisasi pembiayaan investasi sampai dengan 31 Oktober 2022 mencapai Rp77,92 triliun, terutama pada pembiayaan investasi pada klaster infrastruktur mendukung belanja modal K/L, khususnya dalam penyelesaian proyek strategis nasional dan pembiayaan sektor perumahan.

Pertumbuhan pendapatan masih tinggi sebagai bukti pemulihan ekonomi yang terus terjaga, sokongan harga komoditas yang masih di level relatif tinggi, dan dampak berbagai kebijakan. Hingga Oktober 2022, Pendapatan Negara tercapai sebesar Rp2.181,6 triliun atau 96,3 persen dari Pagu, tumbuh 44,5 persen (yoy). Secara nominal, realisasi komponen Pendapatan Negara yang bersumber dari penerimaan Pajak mencapai Rp1.448,2 triliun, penerimaan Bea dan Cukai Rp256,3 triliun, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp476,5 triliun.

Kinerja penerimaan pajak masih tumbuh positif, konsisten sejak April 2021 sejalan dengan pemulihan ekonomi. Realisasi penerimaan Pajak sampai dengan akhir Oktober 2022 tercapai sebesar Rp1.448,2 triliun (97,5 persen dari Pagu) atau tumbuh 51,8 persen (yoy). Kinerja penerimaan pajak yang sangat baik pada hingga akhir triwulan ketiga tahun 2022 masih dipengaruhi oleh tren peningkatan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi yang ekspansif, basis rendah tahun 2021, serta implementasi UU HPP seperti penyesuaian tarif PPN, PPN PMSE, serta Pajak Fintech dan Kripto.

Penerimaan Kepabeanan dan Cukai terealisasi sebesar Rp256,3 triliun (85,7 persen dari Pagu) atau tumbuh 24,6 persen (yoy). Penerimaan Bea Cukai meliputi Bea Masuk, Bea Keluar dan Cukai masih tumbuh double digit didukung kinerja positif seluruh komponen. Penerimaan Bea Masuk mencapai Rp40,74 triliun atau tumbuh sebesar 32,12 persen (yoy), didorong tren perbaikan kinerja impor nasional terutama Sektor Perdagangan dan Sektor Industri. Penerimaan Cukai tercapai sebesar Rp177,78 triliun, atau tumbuh sebesar 19,45 persen dipengaruhi efektivitas kebijakan tarif  dan pengawasan. Penerimaan Bea Keluar mencapai Rp37,83 triliun atau tumbuh sebesar 44,85 persen, dikontribusi oleh ekspor produk kelapa sawit karena tarif bea keluar yang tinggi awal tahun (Januari-Mei), perubahan tarif pada bulan Juni dan flush out serta adanya peningkatan volume ekspor komoditas tembaga.

Kinerja PNBP sampai dengan akhir September 2022 mencapai Rp476,5 triliun (98,9 persen dari Pagu)Jika dibandingkan dengan tahun lalu, realisasi PNBP tumbuh 36,4 persen (yoy) atau meningkat Rp127,2 triliun dari tahun sebelumnya yang terutama didorong dari Pendapatan SDA, KND, dan PNBP Lainnya. Realisasi PNBP SDA migas tumbuh 65,7 persen (yoy), terutama didorong kenaikan rata-rata ICP selama delapan bulan terakhir. Selanjutnya, realisasi PNBP SDA non-migas tumbuh 112,9 persen (yoy), terutama disebabkan kenaikan harga minerba. Selanjutnya, realisasi PNBP dari KND tumbuh 35,3 persen, terutama berasal dari kenaikan dividen BUMN Perbankan yang tumbuh 80,9 persen. Realisasi PNBP lainnya tumbuh 44,7 persen, didorong di antaranya dari Pendapatan Penjualan Hasil Tambang dan pendapatan DMO (Domestic Market Obligation) minyak mentah. Sementara itu, realisasi PNBP dari BLU terkontraksi 26,3 persen akibat turunnya Pendapatan Pengelolaan Dana Perkebunan Kepala Sawit.

Realisasi APBN sampai akhir Oktober 2022 mencatat defisit Rp169,5 triliun atau terkontraksi 0,91 persen terhadap PDB dampak dari semakin optimalnya APBN sebagai shock absorber terhadap tekanan global dan domestik. Realisasi pembiayaan utang hingga 31 Oktober 2022 mencapai Rp506 triliun atau 53,6 persen dari target yang ditetapkan. Capaian ini  jauh lebih rendah, atau turun 21,7 persen (yoy) dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya. Di tahun 2022, Pemerintah melanjutkan implementasi SKB I dan III, sekaligus sebagai tahun terakhir pelaksanaan SKB. Hingga 18 November 2022, SKB I (BI sebagai standby buyer) telah tercapai sebesar Rp46,9 triliun, sementara realisasi SKB III mencapai Rp95,4 triliun. Pembiayaan APBN tetap mengedepankan prinsip prudent, fleksibel, dan oportunistik di tengah kondisi pasar keuangan yang volatile. Indonesia masih tetap resilien didukung kinerja APBN yang baik dan langkah antisipatif pengadaan utang, antara lain: (i) penyesuaian atau penurunan target penerbitan utang
tunai mempertimbangkan kondisi kas pemerintah; (ii) Optimalisasi SBN domestik melalui SKB III; (iii) penerbitan SBN Ritel sebagai upaya perluasan basis investor domestik; dan (iv) fleksibilitas Pinjaman Program.

“Berbagai faktor, indikator yang tadi ditunjukkan, dari ekonomi maupun dari sisi APBN, menggambarkan underlying kegiatan ekonomi Indonesia yang pulih secara kuat dan cukup impresif, dan masih bertahan. Itu adalah hal yang menggambarkan optimisme dari kondisi ekonomi kita. Namun, kita tidak memungkiri bahwa tren harus diwaspadai, karena memang guncangan global itu sudah mulai terjadi sejak awal tahun, dan ini berlangsung terus jadi sooner or later, cepat atau lambat kita mungkin juga akan menghadapi juga,” ungkap Menkeu Sri Mulyani. Kamis.

Prospek perekonomian global masih harus terus diwaspadai akibat eskalasi risiko global seperti lonjakan inflasi, pengetatan likuiditas dan kenaikan suku bunga, potensi krisis utang global serta potensi stagflasi. Meski demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan masih cukup kuat, terutama didorong oleh konsumsi rumah tangga yang lebih tinggi dari ekspektasi.  Kinerja baik APBN hingga bulan Oktober 2022 masih terjaga, tercermin dari masih kuatnya pertumbuhan Penerimaan serta akselerasi Belanja. Defisit mulai terjadi di bulan Oktober, dampak dari semakin optimalnya APBN sebagai shock absorber terhadap tekanan global dan domestik.. Dengan dukungan kinerja APBN yang baik tersebut, defisit dapat ditekan sehingga pembiayaan utang juga dapat dikurangi. Namun demikian, potensi risiko tekanan global tetap perlu diwaspadai serta dimitigasi untuk menjaga kredibilitas APBN untuk selalu hadir di masyarakat dalam mengantisipasi serta memitigasi berbagai tekanan dan risiko.

“Oleh karena itu, APBN sebagai instrumen shock absorber harus diyakinkan kesehatannya. APBN sendiri ini, which is  terlihat dari tadi penerimaan kita cukup baik, belanja kita tetap disiplin, kecuali yang untuk shock absorber dan defisit kita yang jauh lebih. Tentu kita akan terus menjaga kewaspadaan ini dan kita tidak hanya berpikir untuk tahun 2022 tapi kita sudah one year ahead untuk 2023 yang menurut berbagai proyeksi lembaga-lembaga internasional tahun depan diperkirakan jauh lebih berat. Ini yang membuat kita harus waspada tidak untuk menakut-nakuti tapi memang kita harus melihat dan mendengar dan melihat tren itu untuk bisa merumuskan langkah-langkah menjaga ekonomi kita yang sedang baik ini,” tegas Menkeu. (dya)

Silakan baca juga

Gunung Lewotobi Laki-Laki Erupsi, BNPB Tambah Dukungan Dana Siap Pakai

Jalan Tol Binjai – Langsa Seksi Kuala Bingai – Tanjung Pura Segera Beroperasi

Kementerian PUPR Jajaki Kerja Sama dengan Finlandia dalam Pengembangan Smart City di IKN

Leave a Comment