Rabu, 8 Januari 2020
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Tingginya curah hujan beberapa hari belakangan telah menyebabkan banjir cukup parah di sejumlah titik di Tanah Air. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bahkan memprediksi cuaca ekstrim akan berlanjut hingga beberapa pekan ke depan.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Slamet Soebjakto, mengatakan curah hujan yang tinggi juga bisa berdampak terhadap aktivitas usaha budidaya ikan di berbagai daerah di Indonesia.
“Kita bisa analisa dari tren kejadian lima tahun terakhir, bahwa faktanya banyak usaha pembudidayaan yang terdampak banjir dan nilai kerugiannya besar. Apalagi berdasarkan tren data BMKG, curah hujan saat ini merupakan yang tertinggi dalam 150 tahun terakhir. Tentu, kita tidak berharap kejadian tersebut terulang, namun langkah antisipatif perlu kita dorong,” jelas Slamet di Jakarta, Rabu (8/1)
Karena itu, Slamet mengimbau kepada seluruh pelaku usaha budidaya untuk mempersiapkan upaya mitigasi sejak dini. Bagi kawasan yang menjadi langganan banjir, dia berharap untuk melakukan berbagai upaya untuk meminimalisasi dampak kerugian ekonomi, misalnya dengan memanen lebih awal ikan yang dibudidayakan.
KKP, kata dia, juga akan memfasilitasi realisasi asuransi bagi pembudidaya ikan kecil terdampak, sebagai upaya membantu meringankan dampak kerugian ekonomi akibat bencana alam.
“Ini diperuntukan bagi pembudidaya ikan kecil yang terdampak bencana seperti banjir, tanah longsor dan lainnya. Oleh karenanya saya menghimbau kepada dinas terkait untuk segera mendata para pembudidaya yang mengalami kegagalan produksi akibat bencana. Nanti datanya kirim ke kami agar segera ditindaklanjuti,” jelasnya.
Slamet menambahkan, asuransi bagi pembudidaya ikan kecil ini jangkauan objeknya telah diperluas. Jika semula hanya diperuntukan bagi usaha budidaya udang, saat ini diperluas untuk usaha budidaya ikan lain seperti bandeng, patin dan budidaya ikan tawar lainnya.
“Kita tahu pembudidaya selain udang, masih didominasi oleh pembudidaya ikan kecil. Di sisi lain, pembudidaya ikan kecil ini sulit bangkit pasca kerugian akibat kegagalan produksi. Oleh karena itu, asuransi ini diharapkan akan meminimalisir dampak kerugian ekonomi dan menstimulan agar usaha budidaya kembali dilakukan,” tutup Slamet, dikutip laman KKP.
Data yang dihimpun KKP, hingga tahun 2019 bantuan pembayaran premi asuransi perikanan bagi pembudidaya ikan kecil yang terealisasi sebesar Rp. 7,3 miliar untuk mengcover luas lahan budidaya seluas 20.837,44 Ha dengan jumlah pembudidaya mencapai 15.026 orang. Secara rinci data asuransi bagi pembudidaya ikan kecil tahun 2017 telah mengcover 3.300 Ha yang diberikan kepada 2.004 orang; tahun 2018 mengcover 10.220 Ha untuk 6.914 orang; dan tahun 2019 mengcover 7.316 Ha untuk 6.108 orang. Sedangkan tahun 2020 target realisasi asuransi dapat mengcover 5.000 Ha lahan usaha pembudidayaan baru, sehingga akan lebih banyak pembudidaya ikan yang dapat merasakan manfaat asuransi. Adapun anggaran utk bantuan pembayaran premi asuransi sebesar Rp. 3 miliar.
Nilai maksimum pertanggungan untuk komoditas udang/polikultur sebesar Rp. 7,5 juta per hektar/tahun, ikan patin per tahunnya sebesar Rp 3 juta per 250 m2, nila tawar dan lele maksimum pertanggungan sebesar Rp 4,5 juta per 200 m2/tahun. Sedangkan untuk nila payau nilai pertanggungan maksimum sebesar Rp 5 juta per hektar/tahun. Komoditas lainnya yaitu bandeng maksimum pertanggungan per tahunnya sebesar Rp 3 juta/hektar.
Karena sifatnya menstimulan, KKP berharap ke depan pembudidaya akan terbiasa mengkases asuransi sejenis secara mandiri. (udy)