Jumat, 20 September 2019
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo minta perbankan
segera memangkas suku bunga simpanan dan kredit karena Bank Sentral telah
agresif dengan tiga kali menurunkan suku bunga acuan sepanjang tahun ini,
sekaligus memastikan kecukupan likuiditas dengan intensifikasi operasi moneter
dan relaksasi kebijakan makroprudensial.
“Kita harapkan bank-bank menurunkan suku bunga kreditnya,meskipun kita
paham ini membutuhkan waktu. Tapi ya ‘jangan lama-lama’ supaya pasokan dan
permintaan kredit naik, jadi investasi bisa meningkat, dan akhirnya ke
pertumbuhan ekonomi,” kata Perry Warjiyo, Kamis (19/9).
Hal itu juga terkait dengan kebijakan BI yang pada Kamis (19/9) kembali
memangkas suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 0,25%
menjadi 5,25%. BI juga memangkas bunga
acuan itu di dua bulan sebelumnya secara berturut-turut.
Penurunan suku bunga acuan yang dilakukan sejak Juli 2019 itu kali ini
dilengkapi dengan rangkaian pelonggaran kebijakan makroprudensial seperti
pelonggaran aturan pembiayaan perbankan dalam perhitungan Rasio Intermediasi
Makroprudensial (RIM) dan juga pelonggaran uang muka untuk kredit properti dan
kredit kendaraan bermotor yang berlaku 2
Menurut Perry, dengan tiga kali penurunan suku bunga acuan, semestinya
transmisi ke pasar uang antarbank, dan selanjutnya suku bunga perbankan dapat
lebih cepat.
Pasalnya, pada September 2019 ini, BI memberikan stimulus kebijakan kredit
tidak hanya dari sisi suplai atau pasokan, melainkan juga dari sisi permintaan.
Artinya volume penyaluran kredit perbankan berpotensi meningkat yang seharusnya
dapat mempermurah biaya kredit atau suku bunga kredit karena dari sisi suplai,
pendanaan perbankan telah dilonggarkan.
Dari sisi suplai, likuiditas perbankan sudah dilonggarkan pada tahun ini dengan
penurunan Giro Wajib Minumum ke enam persen dari 6,5%. Selain itu besaran RIM
juga diberikan relaksasi dengan kenaikan dari 80%-92% ke 84%-94% sehingga perbankan leluasa menambah volume
kredit.
Sedangkan sisi permintaan kredit kali ini dilonggarkan dengan pelonggaran uang
muka untuk kredit properti dan kredit kendaraan bermotor yang diumumkan pekan
ini yang masing-masing sebesar lima persen dan 5%-10%.
“Tiga bulan ini kami menurunkan suku bunga acuan. Jadi kebijakan ini tidak
hanya memperlonggar suplai likuiditas, tapi juga akan mendorong permintaan
kredit,” ujar dia.
Menurut Perry, pergerakkan suku bunga kredit sebenarnya sudah turun meskipun
dalam dosis yang terbatas sejak Desember 2018. Dia mencatat suku bunga kredit
perbankan rata-rata menurun 0,18% (18 basis poin) dari Desember 2018 hingga
Juni 2019.
“Kami harapkan bisa turun lagi dan lebih cepat lagi,” ujar dia.
Di samping memangkas suku bunga, Bank Sentral pada September 2019 ini juga
agresif melonggarkan kebijakan makroprudensial untuk meningkatkan kapasitas
penyaluran kredit perbankan dan mendorong permintaan kredit pelaku usaha.
Pelonggaran itu antara lain parameter likuiditas yakni Rasio Intermediasi
Makroprudensial (RIM) bagi bank konvensional dan syariah diubah dengan
menambahkan komponen pinjaman yang diterima bank, sebagai komponen sumber
pendanaan bank dalam perhitungan RIM. Namun besaran RIM tetap dipertahankan
sebesar 84%-94%.
BI juga melonggarkan rasio pinjaman dari total aset dengan menaikkan “Loan
to Value / Financing to Value (LTV/FTV)” bagi kredit properti
sebesar lima persen dan kredit kendaraan bermotor sebesar 5%-10%. Dengan
relaksasi LTV tersebut, maka uang muka kredit properti dan kendaraan bermotor
akan berkurang masing-masing sebesar lima persen dan 5%-10%.
Otoritas Moneter juga menambah rasio LTV/FTV untuk kredit atau pembiayaan
properti dan Uang Muka untuk Kendaraan Bermotor yang berwawasan lingkungan
masing-masing sebesar lima persen. Pelonggaran LTV/FTV ini berlaku efektif
sejak 2 Desember 2019. (ki)