Senin, 20 Januari 2019
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid merespons pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin tentang tragedi Semanggi I dan II dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI. Jaksa Agung sebelumnya menyatakan bahwa kasus Semanggi I dan II bukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.
Menurut Usman Hamid, pernyataan itu tidak kredibel jika tanpa diikuti proses penyidikan yudisial melalui pengumpulan bukti yang cukup dan berdasarkan bukti awal dari penyelidikan Komnas HAM.
“Sayangnya tidak ditindaklanjuti Kejaksaan Agung dengan melakukan penyidikan,” kata Usman Hamid, seperti dikutip vivanews.com, hari ini.
“Tragedi Semanggi I dan II jelas pelanggaran berat HAM dan korban sampai detik ini masih menunggu keadilan. Kami di Amnesty khawatir pernyataan Jaksa Agung itu menggiring ke upaya penyelesaian kasus melalui jalur non-hukum,” kata Usman.
Ditambahkan Usman Hamid, pernyataan Jaksa Agung itu bukti kemunduran perlindungan HAM, dan pastinya kemunduran juga bagi penegakan keadilan.
Sebelumnya, pada 16 Januari 2020, Jaksa Agung ST Burhanuddin melakukan rapat kerja dengan Komisi III DPR RI. Dalam pertemuan itu, merujuk hasil Rapat Paripurna DPR tahun 2001, ia menyebut bahwa tragedi Semanggi I dan II bukanlah pelanggaran HAM berat, seperti yang disebutkan dalam UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Pernyataan Jaksa Agung itu bertentangan dengan temuan Komnas HAM. Komnas telah menyerahkan laporan penyelidikan pro-justitia kepada Kejaksaan Agung, dengan temuan bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan benar-benar terjadi dan merekomendasikan pembentukan pengadilan HAM ad-hoc, yang tidak pernah terlaksana.
Pada 2018, dalam pertemuan dengan Komnas HAM, Presiden Jokowi menyebut bahwa pemerintahannya akan memastikan pelaku pelanggaran HAM berat akan diadili.
Tragedi Semanggi I dan II sendiri terjadi sepanjang aksi protes mahasiswa pada November 1998 dan September 1999 setelah kejatuhan Soeharto. Sebanyak 17 warga sipil tewas dan 109 lainnya terluka dalam insiden Semanggi I. Sementara dalam tragedi Semanggi II, 11 warga sipil tewas dan 217 lainnya menjadi korban luka.
Sejumlah polisi dan tentara diadili akibat insiden penembakan itu, namun banyak pihak mengklaim pengadilan terhadap mereka gagal memenuhi keadilan bagi para korban dan gagal mengungkap dalang di balik penembakan. (ulf)