Kamis, 6 Februari 2020
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perlambatan industri
pengolahan sepanjang 2019 telah memberikan kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi
yang sebesar 5,02%.
“Industri turun lebih dalam, kalau kita lihat dari year on year maupun
cumulatif to cumulatif,” kata Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, Rabu
(5/2).
Suhariyanto menjelaskan industri pengolahan pada 2019 masing-masing tercatat
tumbuh 3,85% i triwulan I, tumbuh 3,54% di triwulan II, tumbuh 4,14% di triwulan III dan tumbuh 3,66% di triwulan IV.
Secara kumulatif, tambah dia, pertumbuhan industri pada 2019 hanya tercatat 3,8%
atau turun dibandingkan periode sama 2018 sebesar 4,27%.
Menurut Suhariyanto, perlambatan industri pengolahan itu antara lain
terpengaruh oleh turunnya impor bahan baku, terutama barang modal jenis mesin.
“Impor bahan baku turun agak dalam, jadi pasti berpengaruh. Bahan baku
impor belum bisa disubtitusi dalam negeri, jadi butuh hilirisasi untuk
subtitusi impor,” katanya.
Khusus pada triwulan IV-2019, BPS mencatat dua industri besar yang mengalami
kontraksi yaitu alat angkutan serta barang logam, komputer, barang elektronik,
optik dan peralatan listrik.
Dalam periode ini, industri alat angkutan tercatat tumbuh negatif 2,25%,
sedangkan industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik dan
peralatan listrik terkontraksi 2,13%.
Meski demikian, terdapat industri manufaktur yang tercatat tumbuh positif yaitu
industri makanan dan minuman, industri kimia, farmasi dan obat tradisional
serta industri tekstil dan pakaian jadi.
Industri makanan dan minuman tercatat tumbuh 7,95%, industri kimia, farmasi dan
obat tradisional tumbuh 12,73% serta industri tekstil dan pakaian jadi tumbuh
7,17% .
Peran industri pengolahan sangat besar kepada perekonomian karena merupakan
penyumbang terbesar struktur Produk Domestik Bruto (PDB) yaitu mencapai 19,7%
pada 2019. (ki)