Kamis, 5 Maret 2020
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) akan memangkas
prosedur memulai usaha sebagai salah satu upaya mengejar perbaikan peringkat
dalam laporan Bank Dunia berjudul Ease of Doing Business (EoDB) atau
survei Kemudahan Berusaha.
Plt Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal BKPM Yuliot, Kamis
(5/3), mengatakan tim Perbaikan Kemudahan Berusaha sedang menyusun program
reformasi untuk 11 indikator EoDB untuk semakin memaksimalkan masuknya
investasi ke Indonesia.
“Salah satu indikator yang menjadi perhatian kami adalah Starting a
Business. Indonesia berada pada posisi 140 dalam indikator tersebut. Jadi
perbaikan yang kami lakukan adalah dari yang sebelumnya terdapat 11 prosedur
kami pangkas menjadi hanya tiga prosedur saja,” katanya.
Dari laporan Bank Dunia berjudul Ease of Doing Business (EoDB) 2020 yang
dirilis Oktober 2019 lalu, Indonesia menempati urutan ke-73 dari 190 negara
yang disurvei.
Beberapa indikator yang menurut Bank Dunia merupakan ketertinggalan Indonesia
antaranya adalah Starting a Business (Memulai Usaha), Dealing with
Construction Permits (Perizinan Konstruksi), Registering Property
(Pendaftaran Properti), Trading Across Borders (Perdagangan Lintas
Batas) dan Enforcing Contracts (Penegakan Hukum terhadap Kontrak).
Selain pada Starting a Business, indikator lain yang juga menjadi
perhatian pemerintah adalah Dealing with Construction Permits dan Registering
Property.
Menurut Yuliot, indikator-indikator tersebut memiliki prosedur atau waktu
pengurusan yang masih dapat disesuaikan menjadi lebih efektif serta efisien.
“Perizinan konstruksi dari 18 prosedur dengan waktu 191 hari menjadi lima
prosedur dengan waktu 21 hari. Pendaftaran properti juga sebelumnya memiliki
enam prosedur dengan waktu sekitar satu bulan menjadi hanya tiga prosedur
dengan waktu tidak sampai satu minggu,” tambahnya.
Yuliot melanjutkan indikator yang cukup banyak mendapatkan keluhan dari
investor adalah Enforcing Contracts. Indonesia sendiri berada pada
urutan 139 pada indikator tersebut.
Ia mengatakan bahwa perbaikan paling signifikan memang terdapat pada indikator
tersebut.
“Perubahan signifikan terjadi pada indikator penegakan kontrak. Dari yang
sebelumnya membutuhkan waktu lebih dari satu tahun atau sekitar 390 hari,
Mahkamah Agung sudah membuat regulasinya dan perbaikan implementasi pengadilan
sederhana dengan proses sesingkat mungkin hingga hanya membutuhkan waktu
pengurusan paling lama sekitar 43 hari,” lanjutnya. (sr)