Kamis, 26 Maret 2020
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendukung sepenuhnya rencana
pemerintah untuk melakukan realokasi anggaran dalam APBN bagi penanganan
kesehatan maupun pemberian jaminan sosial dan insentif ekonomi UMKM guna
mengatasi dampak mewabahnya COVID-19.
“Pimpinan BPK menyerahkan sepenuhnya kepada Pemerintah untuk mengambil
keputusan terkait pengalihan anggaran dalam kondisi pandemi seperti saat
ini,” Ketua BPK Agung Firman Sampurna, Kamis (26/3).
Agung mengatakan realokasi anggaran tersebut yang diperkirakan dapat
memperlebar defisit anggaran tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
landasan hukum baru, termasuk dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perppu).
“Pengalihan anggaran bisa menggunakan APBN 2020 atau dengan Perppu APBN
2020,” katanya.
Sebelumnya, pimpinan BPK sudah bertemu dengan pemerintah untuk membahas dampak
pandemi COVID-19 pada pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2019 yang sedang dan akan
dilakukan oleh pemeriksa BPK.
Pertemuan itu juga membahas mengenai revisi dan pelaksanaan APBN 2020 terkait
penanganan kesehatan, serta pemberian social safety dan insentif ekonomi untuk
UMKM bagi penanganan COVID-19 agar wabah tidak makin meluas.
Pertemuan melalui telekonferensi ini dilakukan, karena dalam situasi darurat
seperti sekarang, pemerintah meminta adanya realokasi kegiatan dan belanja
Kementerian dan Lembaga, untuk prioritas penanganan situasi pandemi wabah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan konsultasi dengan BPK ini
dilaksanakan karena pemerintah akan melakukan sejumlah realokasi belanja dalam
APBN serta kemungkinan memperlebar defisit anggaran lebih dari tiga persen
terhadap PDB.
Ia mengharapkan melalui konsultasi tersebut maka prinsip tata kelola keuangan
negara yang transparan dan akuntabel dapat terjaga dengan baik sehingga tidak
terjadi pelanggaran hukum yang bisa merugikan keuangan negara.
Salah satu pembahasan dalam pertemuan itu adalah mengenai perpanjangan proses
audit LKPP maupun LKPD karena banyaknya kendala di lapangan seperti kesulitan
melakukan pengujian fisik dan penelitian dokumen akibat proses pembatasan fisik
atau physical distancing.
“Semestinya harus selesai dalam tiga bulan, Maret, April, Mei, karena
menurut UU harus selesai Mei. Namun karena mereka tidak mampu melakukan
kunjungan lapangan dan semuanya WFH, maka kemungkinan proses audit akan lebih
panjang,” katanya. (ki)