Jumat, 27 Maret 2020
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM- Ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) pada
Januari 2020 mengalami penurunan sebesar 35,6% menjadi 2,39 juta ton, dari
Desember 2019 sebesar 3,72 juta ton.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti
Sardjono menyatakan, penurunan ekspor
CPO antara lain dipengaruhi karena harga minyak bumi yang tidak menentu akibat
ketidaksepakatan antara OPEC dengan Rusia, serta terjadinya pandemi Virus
Corona baru (COVID-19) di sejumlah negara.
“Terjadinya pandemi Corona yang melanda hampir ke seluruh dunia
menyebabkan perlambatan kegiatan ekonomi global, yang berakibat pada penurunan
konsumsi minyak nabati, terutama minyak nabati yang diimpor,” kata Mukti
di Jakarta, Kamis (27/3).
Selain itu, penurunan ekspor yang cukup drastis dalam bulan Januari dikarenakan
masih tersedianya stok di negara-negara importir utama atau importir menunggu
respons pasar terhadap program B30 yang diterapkan Indonesia.
Mukti merinci bahwa penurunan ekspor CPO terjadi hampir ke semua negara tujuan
yaitu ke China turun 381.000 ton (turun 57%), Uni Eropa turun 188.000 ton
(turun 30%), ke India turun 141.000 ton (turun 22%), dan ke Amerika Serikat turun
129.000 ton (turun 64%).
Sementara itu ekspor CPO ke Bangladesh meningkat 40.000 ton atau sebesar 52
persen dari bulan sebelumnya.
Penurunan ekspor ini terjadi pada komoditas CPO, PKO, biodiesel, sementara oleokimia
naik dengan 22,9%.
Meski kinerja ekspor turun, saat memasuki awal tahun 2020 harga CPO meningkat
dengan rata-rata harga CPO CIF Rotterdam sebesar US$ 830 per ton, dibandingkan harga pada Desember 2019
adalah US$ 787 per ton.
“Harga yang baik ini diharapkan akan menjadi penyemangat bagi pekebun dan
perusahaan perkebunan untuk memelihara kebun dengan lebih baik agar mendapatkan
produktivitas yang tertinggi,” kata Mukti.
Ada pun produksi CPO pada bulan Januari 2020 sedikit mengalami kenaikan yaitu
3,48 juta ton, dibandingkan dengan produksi bulan Desember 2019 sebesar 3,45
juta ton. Konsumsi domestik juga sedikit meningkat dari 1,45 juta ton menjadi
1,47 juta ton. (sr)