Jumat, 4 Oktober 2019
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM- Aksi demonstrasi buruh dinilai dapat menjadi salah satu
penyebab menurunnya kinerja industri, khususnya industri manufaktur yang padat
karya.
“Harus saling memahami antara buruh dengan perusahaan. Aksi demo akan
mengganggu karena otomatis produksi terhenti jika pekerjanya tidak aktif,”
ujar Head of the Department of Economics Center for Strategic and International
Studies (CSIS)
Yose Rizal Damuri, Kamis (3/10).
Jika aksi demo buruh berkepanjangan, katanya, bisa memicu hengkangnya investor
asing dari Indonesia, karena iklim usaha yang kurang kondusif, ditambah lagi
ekonomi dunia yang sedang lesu.
Menurut dia, aksi demonstrasi buruh juga dapat membuat pelaku usaha enggan ekspansi
karena aturan yang kurang kompetitif dengan negara tetangga.
“Undang-undang tenaga kerja di Indonesia sering dianggap pelaku dunia
usaha terlalu restriktif atau mengikat, tidak fleksibel. Di Asia Tenggara,
peraturan tenaga kerja Indonesia menjadi yang tidak fleksibel,” katanya.
Ia mengemukakan indikator fleksibel itu, di antaranya mencakup upah minimum
hingga beban perusahaan mengenai pesangon.
Menurut dia, diterbitkannya PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan merupakan
salah satu respon pemerintah kepada pelaku usaha agar industri tetap berjalan.
“Pemerintah mencoba untuk menjaga keseimbangan soal upah melalui PP nomor
78, namun itu yang kemudian ditolak oleh para buruh,” katanya.
Terdapat tiga tuntutan yang dilayangkan buruh, yakni menolak revisi
Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, meminta
revisi Peraturan Pemerintah (PP) No.78 tahun 2015 tentang Pengupahan, serta
menolak rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
“Pemerintah mau fokus di mana, apakah ingin membuka lapangan pekerjaan
yang baru atau mau melindungi orang yang sudah bekerja, karena undang-undang
yang restriktif yang menguntungkan pekerja sering sekali tidak kondusif untuk
menciptakan lapangan pekerjaan,” katanya. (ki)