Selasa, 8 Oktober 2019
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Kenaikan iuran tarif Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bagi peserta program Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) sudah di depan mata. Walau publik yang menolak kenaikan pun tak sedikit. Apalagi, opsi kenaikan itu adalah salah satu cara untuk menangani defisit yang selama ini dialami BPJS Kesehatan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, mengungkapkan bahwa hingga akhir tahun ini, defisit keuangan BPJS Kesehatan diprediksi mencapai Rp 32 triliun. Bahkan, lanjut Fachmi, jika penyesuaian tarif tidak dilakukan defisit yang dialami BPJS Kesehatan bisa mencapai Rp 77 triliun pada tahun 2024.
“Tahun ini proyeksi defisit Rp 32 triliun. Defisit naik dari tahun 2018 sebesar Rp 18,3 triliun,” kata Fachmi Idris dalam acara Forum Merdeka Barat 9 di Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, kemarin.
Meski demikian, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo, mengatakan bahwa kebijakan penyesuaian tarif iuran merupakan pilihan terakhir yang akan diambil. Adapun pemerintah melalui Kementerian Keuangan menurut Mardiasmo telah memiliki langkah strategis untuk memperbaiki keberlanjutan program JKN.
Selain melakukan suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN), yakni, dengan perbaikan sistem dan manajemen JKN, memperkuat peranan Pemda. dan yang ketiga ialah menyesuaikan iuran peserta JKN.
“Sebenarnya, saya sudah bolak balik bicara BPJS Kesehatan. Sudah 150 kali membicarakan BPJS. Dan selama itu, Penyesuaian iuran BPJS itu merupakan the last option, pilihan terakhir,” kata Mardiasmo di tempat yang sama.
Sebagai informasi, usulan kenaikan itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat rapat dengan Komisi IX dan Komisi XI di DPR, Jakarta pada Selasa, 27 Agustus 2019. Dalam rapat dengan anggota parlemen Sri Mulyani iuran BPJS Kesehatan naik untuk semua kelas.
Untuk rinciannya, Kelas I naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000, kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000 dan kelas III menjadi Rp 42.000 dari Rp 30.000. Usulan ini lebih tinggi dibanding dengan usulan yang disampaikan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), kecuali untuk kelas III, di mana iuran kelas I Rp 120.000, kelas II sebesar Rp 75.000, sedangkan kelas III Rp 42.000.
Kenaikan iuran ini merupakan yang kedua kalinya. Pada 2016 lalu, melalui Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 dilakukan penyesuaian iuran, yakni kelas I menjadi Rp 80.000 dari sebelumnya Rp 59.500, kelas II menjadi Rp 51.000 dari Rp 42.500 dan kelas III jadi Rp 30.000 dari Rp 25.500. (au)