Selasa, 8 Oktober 2019
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Pemerintah Indonesia akan bersiap menghadapi dan menggugat
Uni Eropa (UE) terkait dengan aturan Kebijakan Energi Terbarukan (Renewable
Energi Directive/RED) II dan Implementasi Peraturan (Delegated Regulation/DR)
ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Rencana gugatan digulirkan karena aturan tersebut ditengarai akan berdampak
langsung pada industri kelapa sawit Indonesia,” demikian disampaikan
Kepala Biro Advokasi Perdagangan Kementerian Perdagangan Sondang Anggraini pada
kegiatan diskusi kelompok terarah (FGD) di Kuta, Bali.
“Pemerintah Indonesia harus bersiap menghadapi aturan RED II karena aturan ini
akan berdampak negatif bagi industri kelapa sawit di Indonesia. Penting bagi
kita menggali lebih jauh lagi persiapan dan posisi hukum Indonesia dalam
menghadapi fase implementasi dari EU-RED II,” jelas Sondang, Senin (7/10).
Aturan RED II diundangkan pada 2018 lalu dan memiliki beberapa potensi negatif
bagi industri sawit di Indonesia. Kemudian, pada Maret 2019, Komisi UE
mengeluarkan Regulasi Komisi UE yang mengaitkan biofuel dengan perubahan
penggunaan lahan secara tak langsung (Indirect Land Use Change/ILUC).
Dalam dokumen tersebut dinyatakan bahwa ILUC terjadi jika dalam proses produksi
biofuel menyebabkan areal pangan berkurang (terkonversi ke tanaman biofuel),
memicu terjadinya konversi hutan atau lahan sehingga menyebabkan peningkatan
emisi.
Beberapa aturan RED II tersebut akan berlaku mulai 1 Januari 2021. Seluruh
anggota diharapkan sudah menerapkan RED II dalam tingkat aturan domestik
masing-masing negara pada Juni 2021.
Adapun pada 2030, seluruh target EU-RED II diharapkan dapat tercapai, yaitu
tidak ada lagi bahan bakar hayati yang berasal dari bahan baku yang berpotensin
menyebabkan risiko tinggi terhadap perubahan iklim dan ketersediaan pangan.
Sondang juga menyampaikan, dalam kasus ini terdapat dua diskriminasi yang perlu
dikaji Pemerintah Indonesia.
Pertama, terkait diskriminasi yang UE terapkan pada minyak sawit Indonesia
dengan produk bahan baku dari negara lain seperti kacang kedelai. Kedua,
diskriminasi yang UE terapkan pada minyak sawit Indonesia dengan produk bahan
baku asal UE.
Untuk itu, pemerintah Indonesia harus menyiapkan langkah-langkah strategis
menghadapi masalah tersebut.
Dalam FGD ini, turut dibahas langkah-langkah Pemerintah Indonesia dalam
menghadapi implementasi RED II dan segala dampaknya.
Dampak kebijakan RED II dan DR terhadap kelapa sawit Indonesia yaitu menurunnya
ekspor kelapa sawit ke negara-negara Eropa.
“Jika demikian, Indonesia akan kehilangan pasar penting untuk komoditas kelapa
sawit dan terjadi penurunan permintaan yang berakibat harga komoditas turun,
hingga akan terjadinya ‘efek bola salju’ atas kebijakan UE,” jelas Sondang.
(sr)