Jumat, 2 Oktober 2020
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) melakukan penyelidikan tindakan pengamanan perdagangan (safeguards) atas lonjakan jumlah impor barang pakaian dan aksesori pakaian terhitung mulai 1 Oktober 2020. Hal ini dilakukan setelah mendapat permohonan dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) yang mewakili industri dalam negeri penghasil komoditas tersebut pada 9 September 2020 lalu.
Impor barang pakaian dan aksesori pakaian terdiri dari 18 nomor Harmonized System (HS) 4 digit,
yaitu 6101, 6102, 6103, 6104, 6105, 6106, 6109, 6110, 6111, 6117, 6201, 6202, 6203, 6204, 6205,
6206, 6209, dan 6214. Uraian dan nomor HS tersebut sesuai dengan Buku Tarif Kepabeanan
Indonesia (BTKI) tahun 2017.
“Dari bukti awal permohonan yang diajukan API, KPPI menemukan adanya lonjakan jumlah impor
barang pakaian dan aksesori pakaian. Selain itu, terdapat indikasi awal mengenai kerugian serius
atau ancaman kerugian serius yang dialami industri dalam negeri sebagai akibat lonjakan jumlah
impor barang tersebut,” ujar Ketua KPPI Mardjoko.
Menurut Mardjoko, kerugian serius atau ancaman kerugian serius tersebut terlihat dari beberapa
indikator kinerja industri dalam negeri pada 2017—2019. Indikator tersebut, antara lain
penurunan keuntungan secara terus menerus yang diakibatkan dari menurunnya volume produksi
dan volume penjualan domestik, meningkatnya volume persediaan akhir atau jumlah barang yang
tidak terjual, menurunnya kapasitas terpakai, berkurangnya jumlah tenaga kerja, serta
menurunnya pangsa pasar industri dalam negeri di pasar domestik.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dalam tiga tahun terakhir (2017—2019), terjadi
peningkatan jumlah impor barang pakaian dan aksesori pakaian dengan tren sebesar 7,33 persen.
Pada 2017 impor barang tersebut tercatat sebesar 47.926 ton, kemudian pada 2018 naik 8,11
persen menjadi 51.815 ton, dan pada 2019 naik 6,56 persen menjadi 55.214 ton.
Negara asal impor barang pakaian dan aksesori pakaian terbesar bagi Indonesia pada 2019 adalah
Tiongkok dengan pangsa impor sebesar 79,29 persen, diikuti Bangladesh (5,74 persen), Vietnam
(3,41 persen), dan Singapura (3,03 persen). Sedangkan negara lain memiliki pangsa impor di
bawah 3 persen.
“KPPI mengundang semua pihak untuk mendaftar sebagai pihak-pihak yang berkepentingan
(interested parties) selambat-lambatnya 15 hari sejak tanggal pengumuman ini,” pungkas
Mardjoko. (rdy)