Rabu, 16 Oktober 2019
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM- China dinilai dapat mendominasi perekonomian global pada
saat ini karena sejak dekade 1980-an telah melakukan keterbukaan ekonomi yang
efektif, sehingga hasilnya dipetik sekarang ini.
“Pada tahun 1980-an China menyatakan bahwa mereka tidak ingin (negara
maju/Barat) hanya menjual barang di sini (China), tetapi juga harus
berinvestasi di dalam China,” kata Direktur Eksekutif Center for
Indonesian Policy Studies (CIPS) Rainer Heufers, Selasa (15/10.
Dengan membuka diri terhadap berbagai investasi asing secara langsung, maka
China juga dapat mempelajari berbagai keahlian dan teknologi yang selama ini
hanya dikuasai oleh berbagai macam produksi manufaktur di negara-negara maju.
Namun, menurut dia, harus diingat bahwa untuk jangka pendek, investasi asing
akan cenderung meningkatkan impor, tetapi pada jangka panjang akan meningkatkan
ekspor dari negara yang menerima investasi tersebut.
Untuk itu, ia juga berpendapat bahwa defisit perdagangan sebenarnya bukanlah
hal yang negatif, apalagi berdasarkan data BPS, sekitar 90% impor ke Indonesia adalah barang modal dan
bahan baku/penolong.
Rainer Heufers mengingatkan pula bahwa ukuran pasar dan stabilitas ekonomi yang
dimiliki Indonesia tidak otomatis akan terus menciptakan kesejahteraan merata.
“Penting bagi pemerintah Indonesia mereformasi regulasi untuk menarik foreign
direct investment. Untuk itu, Indonesia perlu membuat pasarnya lebih mudah
diakses dan membangun mitra dagang internasional yang kuat,” katanya.
Selain itu, Indonesia dinilai perlu meningkatkan negosiasi perdagangan dan
meratifikasi perjanjian kemitraan dengan Uni Eropa dan Australia.
Rainer menjelaskan ada beberapa faktor yang memengaruhi keterbukaan ekonomi
sebuah negara, yaitu akses pasar dan infrastruktur, iklim investasi, kondisi
pasar yang kompetitif dan bebas dari beban peraturan, serta pemerintahan yang
didukung oleh supermasi hukum, di samping integritas dan efektifitas
pemerintah. (sr)