Kamis, 19 September 2019
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Pengesahan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi dikhawatirkan akan menjadi polemik berkepanjangan
yang mengganggu iklim investasi.
Peneliti senior Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Enny
Sri Hartati dalam diskusi di Jakarta, Rabu (18/9), menyatakan belum terdapat
urgensi yang mendesak agar UU KPK direvisi. Dirinya mempertanyakan beberapa
perubahan dari total tujuh perubahan di UU KPK, yakni keharusan kepemilikan
izin dari Dewan Pengawas kepada KPK sebelum melakukan penyadapan.
Keberadaan Dewan Pengawas dengan peran vitalnya di KPK juga dipertanyakan Enny
karena dinilai mengganggu independensi lembaga anti-rasuah tersebut.
Selain itu, Enny juga mempertanyakan peralihan KPK menjadi bagian dalam
eksekutif. Hal itu dinilai Enny akan menimbulkan konflik kepentingan jika KPK
sedang mengincar terduga pelaku korupsi yang berada dalam lingkup eksekutif.
“Kalau kita lihat sektor publik ranah eksekutif dan legislatif itu hampir
banyak yang terkena kasus penyalahgunaan keuangan negara. Seperti kasus
gratifikasi pemberian izin impor. Semua terindikasi oleh KPK. Di sana ada
praktik ‘hengki pengki’. Sehingga kalau sekarang semua penyelidikan KPK harus
seizin yang dalam “obyek” yang akan disasar atau kerap menjadi
sasaran KPK, bagaimana mungkin? bagaimana mungkin penyelidikan
independen?,” ujar Enny.
Menurut Enny, pemerintah dan DPR perlu menjelaskan argumentasi yang memadai
mengenai perubahan tujuh ketentuan dalam UU KPK tersebut. Hal tersebut juga
dinanti-nanti oleh investor karena menyangkut kepastian hukum. Investor juga
mempertanyakan komitmen tata kelola pemerintahan karena akan menyangkut
pengelolaan APBN atau instrumen fiskal yang sangat berdampak kepada laju
perekonomian.
“Sehingga kalau kekhawatiran itu tidak terjawab, maka kita khawatir tidak
hanya tentang investasi yang kita harapkan masuk ke perekonomian kita, tapi
bagaimana upaya kita mengefisiensikan keuangan negara untuk stimulus
fiskal,” ujar dia.
Menurut Enny, selama ini keberadaan KPK sebenarnya memberikan kepercayaan diri
tentang perbaikan tata kelola pemerintahan. KPK menurut Enny mampu memberantas
tindakan korupsi di tubuh pemerintahan dan legislatif sehingga memberikan efek
jera agar korupsi tidak terulang.
“Keberadaan penegakan hukum, termasuk KPK sebenarnya memberikan shock
terapi yang luar biasa. Karena orang akan berpikir berkali-berkali lipat untuk
bermain-main dan melakukan ‘abuse of power’, apalagi terhadap keuangan
negara,” ujarnya.
Sebelumnya, DPR RI telah mengesahkan revisi UU No. 30/2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) menjadi Undang Undang. Pengesahan
dilakukan melalui rapat paripurna.
Setidaknya ada tujuh poin revisi UU 30/2002. Seluruhnya, yaitu kedudukan KPK
sebagai lembaga penegak hukum berada pada kekuasaan eksekutif, pembentukan
dewan pengawas, pelaksanaan penyadapan, serta mekanisme penghentian penyidikan
dan atau penuntutan.
Kemudian, soal koordinasi kelembagaan KPK dengan lembaga penegak hukum dalam
pelaksanaan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana
korupsi, mekanisme penggeledahan dan penyitaan, serta sistem kepegawaian KPK.
(ki)