Selasa, 24 September 2019
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menyebut kerugian
yang ditanggung negara akibat ulah oknum atau mafia yang melakukan kejahatan
pada penyaluran beras Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) mencapai Rp 5 triliun.
Budi Waseso atau akrab disapa Buwas menjelaskan Pemerintah melalui Kementerian
Sosial menganggarkan Rp 20,8 triliun untuk program BPNT yang dialokasikan untuk
15,6 juta keluarga. Namun, adanya penyimpangan penyaluran beras BPNT telah merugikan
Negara setidaknya 25% dari anggaran tersebut.
“Kurang lebih yang disimpankan setiap tahun Rp5 triliun, lebih dari
sepertiga anggaran. Apalagi, Presiden menambah kegiatan BPNT ini menjadi Rp60
triliun, semakin banyak uang yang dikorupsi,” kata Buwas, Senin (23/9).
Buwas membeberkan oknum atau mafia penyalur beras program Bantuan Pangan Non
Tunai (BPNT) bisa meraup keuntungan setidaknya hingga Rp 9 miliar per bulan.
Ia mengungkapkan berbagai modus kejahatan yang dilakukan para penyalur beras
BPNT. Salah satunya adalah oknum mengoplos atau mengganti beras premium dengan
beras medium.
Setelah ditelusuri di lapangan, Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang menerima
bantuan tersebut tidak pernah mendapatkan beras premium, melainkan beras medium
dengan harga Rp 7.500 per kilogram.
Modus lainnya yang dilakukan adalah menukar beras Bulog dengan beras lain yang
kualitasnya lebih rendah ke dalam kantung bermerek Bulog. Akibatnya, masyarakat
penerima bantuan mengira bahwa beras bermutu rendah, yakni bau, berkutu dan
kusam, adalah beras produksi Bulog.
Buwas menegaskan bahwa beras yang disalurkan untuk program BPNT adalah produk
yang berkualitas. Ia pun menduga bahwa karung beras berlogo Bulog
diperjualbelikan secara bebas di situs online dengan harga Rp 1.000 per karung.
Kerugian akibat praktik penipuan oleh oknum penyalur BPNT ini ditaksir mencapai
Rp 30.000 per keluarga. Ada pun besaran BPNT yang ditetapkan sebesar Rp 110.000
per keluarga penerima manfaat (KPM) per bulan.
“Selama ini pemasok banyak yang tidak mau bekerja dengan Bulog karena
sudah nyaman bekerja dengan oknum-oknum itu. Di Bulog, marginnya sudah
ditetapkan, tidak boleh mendapatkan untung dari yang ditetapkan,” kata
Buwas. (sr)