Rabu, 9 Oktober 2019
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang juga menjabat sebagai Komandan Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115) memimpin pemusnahan 19 kapal perikanan asing (KIA) ilegal di tiga kota secara bersamaan pada Senin (7/10). Menteri Susi memimpin langsung pemusnahan dengan cara penenggelaman tersebut dari Perairan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.
Turut hadir dalam kesempatan tersebut Duta Besar Norwegia, Bupati Natuna, Kajari, Kapolres, Dandim, Danlanal, Danlanud, Koordinator Stafsus Satgas 115, Kakor, Sekjen KKP, Plt. Dirjen PSDKP KKP, Dirjen Perikanan Tangkap KKP, dan Kepala BKIPM KKP.
Adapun rincian 19 kapal ikan ilegal tersebut terdiri atas 7 kapal (4 kapal Vietnam, 1 kapal Malaysia, dan 2 kapal Tiongkok) ditenggelamkan di Natuna; 6 kapal (Malaysia) ditenggelamkan di Belawan; dan 6 kapal (2 kapal Malaysia, 3 kapal Vietnam, dan 1 kapal Thailand) ditenggelamkan di Batam.
Pemusnahan 19 kapal ini merupakan rangkaian pemusnahan 40 kapal ikan ilegal yang dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap _(inkracht)._Sebelumnya, 18 kapal telah ditenggelamkan di Pontianak pada Minggu (6/10). Sedangkan 3 kapal lainnya ditenggelamkan di Sambas pada Jumat (4/10).
Menteri Susi menjelaskan, penenggelaman kapal ini sengaja dilakukan sekaligus secara bersamaan untuk menunggu hingga banyak kapal yang inkracht. “Ini hal yang rutin setiap tahun kita lakukan. Jadi kita ini menunggu sampai inkracht banyak, kita lakukan dalam satu kali penenggelaman,” ujarnya, dikutip laman Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Ia menambahkan, masih ada sekitar 50 kapal perikanan ilegal lainnya yang mengajukan banding ke pengadilan tinggi. “Masih ada sekitar 50an lagi. 50an kapal yang telah diputus dimusnahkan menyewa pengacara untuk kasasi agar tidak dimusnahkan,” jelasnya.
Menteri Susi mengatakan, jika permohonan mereka dikabulkan maka hal itu akan berpotensi untuk menimbulkan persoalan yang tak berujung. “Kalau sampai disita untuk dilelang lalu dibeli lagi oleh yang punya, dipakai nyuri lagi, ABK-nya juga sama orangnya itu itu saja, kapalnya itu-itu lagi, emangnya kita kurang kerjaan nangkapin kapal 2-3 kali kapal yang sama? Susah,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia pun berharap agar pengadilan tinggi menolak kasasi kapal-kapal ilegal tersebut agar tetap dimunsahkan. “Saya harap pengadilan tinggi akan menolak kasasi kapal-kapal asing ini supaya keputusan tetap dimusnahkan,” ucap Menteri Susi.
Natuna merupakan wilayah yang sangat penting dan strategis bagi Indonesia. Sejumlah perairan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Vietnam berbatasan langsung dengan perairan Natuna sehingga menjadikannya salah satu pulau terdepan Indonesia. Mengingat hal itu, Menteri Susi mengingatkan agar para aparat penegak hukum (apgakum) setempat terus konsisten menjaga kedaulatan laut Indonesia.
“Natuna adalah pulau terdepan kita. Anda yang berbatasan dengan para tetangga-tetangga yang selama ini mengganggu mencuri ikan di laut kita. Di Selat Lampa ini, jangan lagi ada perdagangan di tengah laut. Jangan ada lagi perdagangan di tempat-tempat tersembunyi. Semua hasil perikanan dan kelautan ini harus terlaporkan. Dari Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF) kita ubah menuju Legal Reported and Regulated Fishing (LRRF),” ujarnya.
Pemusnahan kapal ilegal merupakan bentuk dukungan Satgas 115 terhadap upaya Kejaksaan dalam melaksanakan eksekusi putusan pengadilan untuk perkara pidana perikanan yang telah inkracht atas kapal-kapal perikanan asing pelaku illegal fishing.
Sejak pemerintah memberlakukan larangan dan tindakan tegas terhadap kapal asing, harga berbagai komoditi perikanan pun meningkat. Nelayan pun menjadi semakin sejahtera dengan hilangnya para pencuri ikan. Hal ini dikonfirmasi oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Kabupaten Natuna, Wan Siswandi, kepada Menteri Susi.
“Tadi saya senang selama di mobil bicara dengan Pak Sekda bahwa akhirnya sekarang dengan hilangnya ratusan kapal-kapal ikan asing yang dulu seperti kota di tengah laut, maka gurita yang tadinya cuma Rp5.000 sekarang sudah Rp50.000 sampai Rp60.000. Ikan kakap merah yang tadinya cuma berapa ribu perak sekarang sudah dua kali lipatnya,” cerita Menteri Susi.
Untuk menjaga keberlanjutan kondisi perikanan yang tengah terus membaik saat ini, ia pun menekankan agar para nelayan dan pengusaha ikan hidup menghentikan pemakaian portas, sianida, dan potasium. Sebab, 1 gram portas saja dapat mematikan ekosistem laut seluas 6m2. “Ini harus segera dihentikan. Kalau tidak, saya janji kalau masih sempat saya akan menutup izin untuk ikan hidup keluar,” tegas Menteri Susi.
Ia pun meminta agar seluruh nelayan dan pengusaha perikanan ikan hidup untuk beralih ke alat tangkap yang ramah lingkungan. “Ayo, makanya harus ubah penangkapannya pakai pancing, pakai jaring. Jaring pun tidak boleh yang mata jaringnya terlalu kecil. Sudah ada aturannya,” ajak Menteri Susi.
Di akhir sambutannya, Menteri Susi mengatakan bahwa mungkin ini menjadi kali terakhir kunjungan kerjanya sebagai Menteri ke Natuna. Ia berterima kasih kepada Bupati Natuna dan seluruh jajarannya yang telah berkerja sama selama ini. Tak lupa, ia juga menyampaikan apresiasi dan pesannya kepada masyarakat dan apgakum setempat.
“Saya berharap masyarakat Natuna akan menjadi masyarakat yang sejahtera dan tentunya bangga dan bahagia sebagai warga negara Indonesia di titik terdepan. Dan saya berharap apgakum yang ada di sini akan terus komitmen dan terus teguh menjaga kedaulatan laut untuk menjaga keberadaan Pulau Natuna,” ucapnya.
Sebagai pengingat untuk terus menjaga laut dari kapal pencuri ikan, Menteri Susi pun menyampaikan keinginannya agar salah satu dari kapal hasil sitaan yang bertengger di Natuna dijadikan sebagai monumen. “Saya ingin ini menjadi pengingat kepada kita semua, sudah saatnya kita tidak lagi memberikan konsesi, janji, atau bahkan perlindungan kepada mereka yang akan datang mencuri ikan-ikan kita. Kalau mereka mau ikan kita, datang dan belilah,” terangnya.
“Tidak ada yang lebih berharga daripada integritas dan keteguhan para penjaga hukum di negeri ini dalam melindungi kesejahteraan masyarakatnya laut Indonesia yang begitu luas,” tandas Menteri Susi.
Sebagai informasi, pemusnahan kapal pelaku illegal fishing ini mengacu dengan Pasal 76A UU No. 45/2009 tentang Perubahan Atas UU No 31/2004 tentang Perikanan, yaitu benda dan/atau alat yang digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan ketua pengadilan negeri, dan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) sebagaimana diatur dalam KUHAP.
Pemusnahan di beberapa lokasi tersebut, menambah jumlah kapal barang bukti tindak pidana perikanan yang sudah dimusnahkan sejak bulan Oktober 2014 hingga saat ini, menjadi 556 kapal, terdiri dari: 1) Vietnam 321 kapal, 2) Filipina 91 kapal, 3) Malaysia 87 kapal, 4) Thailand 24 kapal, 5) Papua Nugini 2 kapal, 6) RRT 3 kapal, 7) Nigeria 1 kapal, 8) Belize 1 kapal, dan 9) Indonesia 26 kapal. (rud)