Mendag Dukung Sinergi ANRPC Kembangkan Industri Karet Berkelanjutan

Oleh rudya

Rabu, 9 Oktober 2019

Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mendorong anggota The Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC) bersinergi untuk menentukan langkah adaptif dan inklusif bagi pengembangan industri karet secara berkelanjutan. Hal ini disampaikan Mendag saat membuka Konferensi Tahunan Karet ANRPC ke-12 yang mengangkat tema “Adaptive and Inclusive Path to Sustainable Value Chain” di Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (7/10).

“Di tengah pelambatan ekonomi global, penurunan produksi dan harga karet, penting bagi anggota ANRPC mengambil langkah adaptif dan inklusif untuk mewujudkan rantai nilai industri karet secara berkelanjutan. Produksi karet alam yang berkelanjutan dapat menjamin pasokan komoditas tersebut secara global,” jelas Mendag.

Data ANRPC menyebutkan, pada beberapa bulan awal 2019, produksi karet alam menurun; sedangkan tingkat konsumsi dunia meningkat dari tahun ke tahun. Namun demikian, harga karet alam dunia tidak kunjung terkoreksi ke level yang diharapkan.

Menurut Mendag, ada tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam mewujudkan industri karet yang berkelanjutan, yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial. Dari aspek ekonomi, pergerakan harga karet tidak lagi banyak dipengaruhi faktor fundamental yang meliputi permintaan dan penawaran. Terbukti saat ini pasokan karet global menurun, tetapi harganya masih tetap rendah. Penurunan pasokan ini disebabkan antara lain oleh penurunan produksi yang disepakati negara-negara produsen karet (ITRC) dan penyebaran penyakit jamur.

Mendag juga menyampaikan, penyerapan karet alam saat ini masih didominasi industri ban. Sudah seharusnya upaya penyerapan karet alam melibatkan berbagai pemangku kepentingan.

“Penyerapan karet alam hendaknya tidak hanya melibatkan industri besar, tetapi para pemangku kepentingan dari berbagai level, termasuk industri kecil penopang dan para petani,” kata Mendag.

Sementara itu, dalam konteks lingkungan, karet merupakan tanaman yang ramah lingkungan, mudah ditanam, dan dirawat. Dari segi sosial, karet alam merupakan sumber pemasukan utama bagi jutaan petani yang lahannya mencapai 85 persen dari total lahan perkebunan di seluruh dunia. Harga komoditas karet yang stabil akan dapat membantu mengurangi kemiskinan dan menciptakan lapangan pekerjaan di daerah-daerah terpencil.

“Kita perlu menempatkan kepentingan petani karet alam ke dalam rantai nilai karet alam untuk mendukung petani meneruskan aktivitas perkebunan mereka. Indonesia sebagai salah satu negara produsen menilai penting rantai nilai karet berkelanjutan dari industri hulu ke hilir yang adaptif dan inklusif, tidak hanya untuk konsumen tetapi juga produsen,” ungkap Mendag.

Untuk mendukung terwujudnya industri karet berkelanjutan, Indonesia telah melakukan berbagai upaya seperti membentuk Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB) untuk membantu petani menghasilkan karet alam berkualitas lebih baik, sehingga mendapatkan harga yang lebih baik. Hingga 2018, sebanyak 323 UPPB Karet telah didirikan di beberapa daerah. Dengan UPPB, rantai pasokan akan semakin efisien.

Pada bidang industri, Pemerintah Indonesia telah mengembangkan industri hilir untuk memaksimalkan konsumsi karet alam dalam negeri. Industri karet bahkan merupakan salah satu prioritas nasional dalam Rancangan Nasional Pengembangan Industri.

Indonesia mengonsumsi karet alam sekitar 630 ribu ton per tahun, atau 7 persen dari konsumsi global negara-negara produsen. Struktur industri karet Indonesia meliputi ban (40 persen), alas kaki (15 persen), ban rethread (15 persen), sarung tangan (5 persen), dan lain-lain (25 persen).

Pemerintah juga berupaya meningkatkan penggunaan karet alam dalam negeri melalui promosi penelitian dan pengembangan, serta inovasi. Misalnya, penggunaan karet sebagai pelapis jalan, segel, bantalan jembatan, talang air tanaman karet, dan penghalang kanal untuk konservasi gambut.

Mendag mengungkapkan, program pembangunan jalan lapis karet yang dimulai pada 2016 dan pada tahun 2019 ini, pemerintah diproyeksikan membangun jalan sepanjang 65,79 km. Untuk itu, Kabupaten Musi Banyuasin di Sumatera Selatan, sebagai salah satu pusat produksi karet, akan mengembangkan pabrik aspal karet bekerja sama dengan Lembaga Penelitian Karet Indonesia.

Untuk mendukung tujuan tersebut, telah dibangun pabrik pencampuran aspal di delapan kota yaitu di Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Banten. Sementara itu Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Iman Pambagyo berharap, Konferensi Karet Tahunan ANRPC ini dapat memberikan rekomendasi mengenai keberlangsungan karet alam. Para petani saat ini menghadapi berbagai tantangan, antara lain biaya tambahan untuk mengadopsi praktik-praktik yang dianjurkan, biaya untuk mempertahankan kualitas produksi karet, serta biaya sertifikasi yang cukup tinggi.

“Diharapkan konferensi ini dapat menjadi katalis untuk meningkatkan pemahaman kita terhadap isu-isu tersebut dan menghasilkan berbagai ide terbaik untuk menjaga keberlanjutan karet alam yang mencakup aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial,” tandas Iman.

Konferensi Karet Tahunan ANRPC ini menghadirkan lima pembicara dan satu diskusi panel dengan para ahli yang akan membagikan pengalaman dan keahliannya serta memberikan rekomendasi bagi para anggota ANRPC. Para peserta konferensi merupakan anggota ANRPC mulai dari unsur pemerintah, swasta, produsen, pedagang, konsumen, pemangku kebijakan, peneliti, asosiasi karet, dan unsur terkait lainnya. ANRPC itu sendiri beranggotakan 13 negara produsen dan konsumen karet alam. Negara-negara tersebut yaitu Banglades, Kamboja, Tiongkok, India, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Papua Nugini, Filipina, Singapura, Srilanka, Thailand, dan Vietnam. Sekilas Mengenai Karet Alam Indonesia Karet alam merupakan komoditas ekspor nonmigas kedua terbesar Indonesia.

Pada 2018, total ekspor karet alam tercatat sebanyak 2,95 juta ton dengan nilai USD 4,16 miliar. Persentase ekspor tersebut meliputi 80 persen produksi karet alam, sedangkan 20 persennya dikonsumsi pasar domestik. Sebagai penghasil kedua terbesar karet alam di dunia, pada 2018 Indonesia memproduksi 3,63 juta ton dari lahan perkebunan karet seluas 3,67 juta hektare. Sebanyak 85 persen lahan perkebunan tersebut dimiliki oleh 2,5 juta petani karet. –selesai. (rdy)




Silakan baca juga

Gunung Lewotobi Laki-Laki Erupsi, BNPB Tambah Dukungan Dana Siap Pakai

Jalan Tol Binjai – Langsa Seksi Kuala Bingai – Tanjung Pura Segera Beroperasi

Kementerian PUPR Jajaki Kerja Sama dengan Finlandia dalam Pengembangan Smart City di IKN

Leave a Comment