Kamis, 17 Oktober 2019
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong transformasi rantai pasok dan logistik pada sektor industri yang berbasis teknologi digital seperti, physical internet, IT standards, data analytics, cloud, blockchain, robotics & automation. Hal tersebut bertujuan untuk mendukung efisiensi biaya logistik, penurunan biaya administrasi, serta mengeliminasi biaya memindahkan dokumen fisik lintas batas internasional.
“Transformasi logistik yang berbasis digital sangat diperlukan mengingat adanya tren sosial dan perubahan pola bisnis pada era digital,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenperin, Achmad Sigit Dwiwahjono saat pembukaan seminar “Membangun Rantai Pasok Nasional Terintegrasi Berbasis Platform Logistik 4.0” yang diselenggarakan Badan Kejuruan Teknik Industri-Persatuan Insinyur Indonesia di Jakarta, Rabu (16/10).
Sigit menuturkan, melalui transformasi manajemen rantai pasok dan logistik yang berbasis platform logistik 4.0, diproyeksikan mampu mendorong perubahan metode serta cara pertukaran data antar ekosistem logistik menjadi lebih efisien. “Jadi, yang sebelumnya menggunakan pertukaran data bilateral menjadi platform digital, sehingga akan meningkatkan keamanan dan kemudahan akses pada informasi end-to-end rantai pasok,” terangnya.
Logistik 4.0 juga dinilai meningkatkan kepastian atas keaslian dan imutabilitas dokumen digital, meningkatkan kolaborasi ekosistem dan kepercayaan alur kerja lintas organisasi. “Tentunya, transformasi tersebut diharapkan dapat mengurangi biaya logistik Indonesia yang saat ini kurang lebih mencapai 24% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan meningkatkan indeks kinerja logistik Indonesia yang saat ini masih berada di bawah negara-negara Asia lainnya seperti, Vietnam, India, dan China,” paparnya.
Meski demikian, apabila dibandingkan dengan tahun 2013, ada penurunan biaya logistik yang sebelumnya 25,7 persen. “Melalui transformasi platform logistik 4.0 ditargetkan dapat mengurangi biaya logistik Indonesia sebesar 13,5 persen dari PDB sektor industri dan khususnya meningkatkan indeks kinerja logistik Indonesia. Harapannya dengan penurunan biaya logistik ini, maka daya saing kita akan meningkat,” kata Sekjen Kemenperin.
Sigit pun mengungkapkan, pemerintah Indonesia telah meluncurkan insiatif Making Indonesia 4.0 pada tahun 2018 dengan visi Indonesia sebagai top 10 ekonomi dunia tahun. Berkenaan dengan hal tersebut, pemerintah telah menetapkan lima sektor industri prioritas Making Indonesia 4.0, yaitu makanan dan minuman, tekstil dan busana, otomotif, kimia, dan elektronik. Kelima sektor tersebut masih menghadapi masalah logistik, khususnya efisiensi dan transparansi end-to-end rantai pasok.
“Untuk menghadapi tantangan tersebut, pemerintah telah menetapkan agenda perbaikan alur aliran material di dalam sepuluh agenda prioritas Making Indonesia 4.0 dan memetakan kebutuhan teknologi yang memungkinkan adanya traceability, transparansi dan akuntabilitas end-to-end,” ungkapnya.
Sigit menegaskan, melihat tantangan tersebut, Kemenperin berharap agar para pemangku kepentingan dalam ekosistem logistik dapat berkolaborasi untuk mengembangkan platform logistik 4.0 Indonesia berbasis blockchain, cloud, big data, dan Internet of Things untuk meningkatan kelancaran aliran material, seperti barang dan jasa, aliran finansial, dan aliran informasi digital secara efektif.
“Dengan demikian, diharapkan visi Making Indonesia 4.0 dapat tercapai, yaitu menjadikan Indonesia sebagai 10 besar ekonomi dunia pada tahun 2030. Untuk itu, diperlukan komitmen bersama para pemangku kepentingan logistik Indonesia dan penyusunan rencana aksi nyata dalam bentuk pilot project yang seyogyanya mulai dilaksanakan pada tahun 2020,” tandasnya.
Ketua Umum Badan Kejuruan Teknik Industri-Persatuan Insinyur Indonesia (BKTI-PII), Made Dana Tangkas menambahkan, organisasi yang dipimpinnya sangat mendukung langkah pemerintah mendorong penerapan rantai pasok dan logistik terpadu berbasis teknologi yang lebih maju dan dengan platform logistik 4.0.
“Namun tentunya, untuk menjawab tantangan ini perlu adanya continuous improvement dan peningkatan kompetensi serta profesionalisme sumber daya manusia di sektor supply chain dan logistik Indonesia,” ujarnya. (dya)