Selasa, 29 Oktober 2019
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Kesepakatan pengusaha untuk mempercepat penerapan larangan
ekspor bijih mentah (ore) nikel akan mendorong Indonesia menjadi pemain dominan
di industri pengolahan dan pemurnian (smelter).
“Kesepakatan ini akan meningkatkan nilai tambah nikel sekaligus menjadi
kekuatan bagi Indonesia,” ujar Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia
(HIPMI) Mardani Maming di Jakarta, Senin
(28/10).
Menurut dia, percepatan penerapan larangan ekspor bijih mentah nikel juga akan
mendorong hilirisasi di sektor pertambangan.
Menurut dia, kesepakatan itu juga tidak merugikan pengusaha mengingat harga
yang disepakati nantinya berdasarkan acuan internasional.
“Pemerintah telah mencarikan jalan tengah, nikel yang dibeli smelter lokal
mengacu harga internasional. Untuk apa ekspor atau kirim ke China, toh
untungnya sama saja,” katanya.
Di samping itu, lanjut dia, kesepakatan itu juga membantu pengusaha yang membangun
smelter di Indonesia.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menjamin hasil
produksi bijih mentah nikel nikel akan diserap oleh smelter di dalam negeri.
Kendati demikian, pihaknya belum dapat memaparkan jumlah persediaan nikel
ekspor yang ada hingga Desember.
“Masih diidentifikasi, yang penting sudah ada kesepakatan, berapapun
jumlahnya akan diserap smelter lokal,” ucapnya.
Ia mengharapkan percepatan larangan ekspor bijih mentah nikel itu dapat
menambah jumlah pengusaha baru nasional di bidang pertambangan.
“Investor asing tetap kita jamin di negara kita. Namun, tentunya kita juga
harus menjamin tumbuhnya pengusaha di dalam negeri terutama di daerah. Keduanya
harus tetap dijaga agar lebih baik, sehingga investasi juga masih tetap
mengalir ke dalam negeri,” ucapnya. (ki)