Rabu, 30 Oktober 2019
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut
Binsar Pandjaitan mengatakan kesepakatan yang diambil Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) terkait penghentian ekspor bijih mentah (ore) nikel
hanya bersifat sementara sebelum sepenuhnya diberlakukan pada Januari 2020.
Menurut dia, penghentian ekspor ore
nikel dilakukan setelah terdeteksi ada peningkatan kuota hingga tiga kali lipat
sejak pengumuman percepatan larangan ekspor ore nikel.
Berdasarkan laporan yang diterima, rata-rata ekspor mencapai 100-130 kapal per
bulan, jauh melebihi kapasitas normal sekitar 30 kapal per bulan.
“Jadi kita evaluasi, kita stop sementara sampai pemeriksaan dilakukan
secara terpadu antara Bea Cukai, KPK, kemudian Bakamla, TNI Angkatan Laut.
Intinya negara ini harus disiplinkan yang sembarangan seperti itu merusak
tatanan negara,” tegasnya, Selasa (29/10).
Penghentian ekspor bijih mentah nikel akan dilakukan satu hingga dua minggu ke
depan mulai Selasa (29/10). Jika kemudian kondisi kembali normal, maka ekspor
kemungkinan bisa dibuka kembali.
“Tidak mesti dua minggu, bisa saja satu minggu kalau (pemeriksaan) sudah
selesai. Kalau normal lagi, tak ada peningkatan, ya sesuai dengan ketentuan
(masih bisa ekspor),” jelasnya.
Luhut menjelaskan pemerintah ingin agar semua pihak bisa menaati ketentuan
ekspor bijih mentah nikel. Ia menduga tingginya ekspor nikel dalam dua bulan
terakhir dilakukan dengan memanipulasi kadar dan kuota nikel yang dijual.
Eksportir nikel diduga melakukan ekspor besar-besaran, bahkan hingga melebihi
kuota, sebelum dilarang mulai 2020 mendatang. Padahal, kuota ekspor juga
diberikan sesuai dengan progres pembangunan smelter. Namun, baik pengusaha yang
membangun maupun yang tidak membangun smelter ditengarai tetap melakukan ekspor
besar-besaran.
“Lonjakan luar biasa sudah dua bulan dari awal September. Itu merusak dan
merugikan negara. Mereka manipulasi kadar dan kuota dan tidak punya
smelter,” katanya.
Luhut menegaskan semua pihak terkait akan turut andil dalam penyelesaian
masalah tersebut. Kementerian ESDM akan mendata perusahaan-perusahaan yang
memiliki fasilitas smelter. Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan
ikut mengecek dan mengawasi pembangunan smelter.
“Sanksinya pidana. Jadi jangan macam-macam karena KPK terlibat,”
imbuhnya.
Terpisah, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia
memastikan keputusan pemerintah untuk mempercepat larangan ekspor bijih nikel
pada Januari 2020 tidak akan berubah.
Pihaknya bersama para pengusaha bidang smelter telah sepakat untuk mendorong
agar ada pembenahan terhadap industri nikel itu dengan bersama menghentikan
ekspor bijih nikel demi suksesnya hilirisasi di dalam negeri.
“Keputusan soal 1 Januari 2020 tidak ada yang diubah. Yang ada adalah
kesepakatan antara pemerintah, dalam hal ini BKPM, dengan pengusaha yang sadar,
yang cinta negaranya,” pungkas Bahlil. (sr)