Jumat, 15 November 2019
Jakarta,
INDCOMMONLINE.COM-Presiden Joko Widodo menegaskan tata kelola BPJS Kesehatan
harus diperbaiki untuk mengurangi defisit anggaran di institusi tersebut.
“Sekali lagi, tata kelola manajemen yang ada di BPJS memang harus
diperbaiki,” kata Presiden usai meninjau penggunaan BPJS Kesehatan di RS
Abdul Moeloek, Bandar Lampung, Jumat (15/11).
Presiden mengatakan defisit BPJS Kesehatan terjadi karena salah pengelolaan.
Masalah terjadi pada peserta mandiri yang tidak membayar iuran BPJS Kesehatan.
Menurut Presiden pendisiplinan pembayaran iuran perlu diintensifkan untuk
membantu mengurangi defisit anggaran BPJS Kesehatan.
Jokowi mengatakan dirinya memeriksa ke lapangan para pengguna BPJS Kesehatan
yang sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI), maupun penggunaan BPJSK mandiri.
Sebelumnya menurut Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, penyebab defisit BPJSK
karena Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) berjumlah 32 juta jiwa.
Menurutnya hanya sekitar 50% dari PBPU yang taat membayarkan iuran.
Sementara, saat ini sebanyak 96,6 juta penduduk miskin dan tidak mampu,
iurannya dibayar oleh Pemerintah Pusat melalui APBN yang disebut Penerima
Bantuan Iuran (PBI).
Sedangkan, sebanyak 37,3 juta jiwa lainnya iurannya dibayarkan oleh pemerintah
daerah melalui APBD.
Setiap
tahun program JKN mengalami defisit sebesar Rp1,9 triliun tahun 2014, kemudian
Rp 9,4 triliun (2015), Rp 6,7 triliun (2016), Rp 13,8 triliun (2017), dan Rp 19,4
triliun (2018).
Untuk mengatasi defisit JKN itu, pemerintah telah memberikan bantuan dalam
bentuk Penanaman Modal Negara (PMN) sebesar Rp 5 triliun (2015) dan Rp 6,8
triliun (2016) serta bantuan dalam bentuk bantuan belanja APBN sebesar Rp 3,6
triliun (2017) dan Rp 10,3 triliun (2018).
Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan
Nufransa Wira Sakti, tanpa dilakukan kenaikan iuran, defisit JKN akan terus
meningkat, yang diperkirakan akan mencapai Rp 32 triliun pada tahun 2019, dan
meningkat menjadi Rp 44 triliun pada 2020 dan Rp 56 triliun pada 2021. (ki)