Kamis, 28 November 2019
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Guna meningkatkan pengelolaan kawasan konservasi Indonesia, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo didampingi Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Brahmantya Satyamurti Poerwadi melakukan audiensi dengan Forum Komunikasi Konservasi Indonesia (FKKI) di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Rabu (27/11). FKKI merupakan perwujudan aksi kolaboratif antar LSM untuk menuju praktik konservasi dan tata kelola yang mengutamakan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Adapun LSM anggota FKKI di antaranya Burung Indonesia, Conservation International Indonesia, Greenpeace Indonesia, Pusat Transformasi Kebijakan Publik, The Nature Conservancy, Wetlands International Indonesia, Wildlife Conservation Society Indonesia, World Resources Institute Indonesia, WWF Indonesia, dan Yayasan KEHATI.
Peningkatan pengelolaan kemaritiman dan kelautan menjadi salah satu fokus pembangunan ekonomi kelautan dan kemaritiman yang tercantum dalam RPJMN 2020-2024. Upaya ini ditempuh melalui peningkatan ekosistem kelautan dan pemanfaatan jasa kelautan; peningkatan pengelolaan WPP dan penataan ruang laut dan rencana zonasi pesisir; peningkatan produksi, produktivitas, standardisasi mutu dan nilai tambah produk kelautan dan perikanan; peningkatan fasilitasi usaha, pembiayaan, dan akses perlindungan usaha kelautan dan perikanan; dan peningkatan SDM dan riset kemaritiman dan kelautan serta database kelautan dan perikanan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Brahmantya Satyamurti Poerwadi menyebut, konservasi ini sesuai dengan komitmen global dalam Aichi Target dan SDGs 14 yang menargetkan luas kawasan konservasi 10% dari luas perairan Indonesia pada tahun 2020. Terkait hal ini, hingga triwulan III 2019, luas kawasan konservasi Indonesia telah mencapai 22,68 juta hektar atau 6,98 persen dari total luas perairan Indonesia, 325 juta hektar.
“Indonesia akan terus memperluas kawasan konservasi sampai 32,5 juta hektar atau 10% luas perairan Indonesia sesuai Aichi Target & SDGs 14 pada tahun 2030,” tuturnya, disitir laman Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Dalam kesempatan tersebut, Vice President Conservation International Indonesia Ketut Sarjana Putra menyoroti perubahan aturan perizinan pengelolaan kawasan konservasi yang berdampak secara lokal dan global. Terlebih Indonesia merupakan negara kepulauan.
Tak hanya dari segi konservasi, perubahan aturan ini juga berpengaruh dari segi ekonomi. Oleh karena itu, pihaknya bertekad untuk membantu pemerintah dalam profiling food and water sustainability secara global.
“Kita telah bekerja sama dengan pemerintah pusat, daerah, dan juga dengan sektor swasta untuk membantu mereka menjalankan business as usual menjadi sustainable,” sebutnya.
Pada kesempatan tersebut, FKKI menyatakan siap bekerja sama dengan pemerintah di bidang peningkatan budidaya, penanggulangan abrasi pantai, pengelolaan hutan mangrove, hingga perubahan iklim, dan berbagai persoalan konservasi kelautan lainnya.
FKKI juga mengusulkan agar dalam pengelolaan kawasan konservasi pemerintah tidak hanya melibatkan LSM, tetapi juga stakeholder terkait.
Menteri Edhy menyampaikan apresiasi terhadap berbagai komitmen, saran, dan masukan yang dinyatakan berbagai LSM anggota FKKI. “Saya belum bisa berbuat banyak. Namun saya akan mengkompilasi segala macam permasalahan di wilayah yang saya pimpin ini sehingga akhirnya nanti ada langkah-langkah apa yang akan kita ambil,” ucapnya.
“Betapa pun hebatnya perikanan tangkap kita, hebatnya ekspor ikan dari hasil laut kita, hebatnya ekspor ikan dari budidaya kita, kalau semua ujungnya merusak lingkungan, hanya sekali lagi saja bisa kita nikmati,” tegasnya.
Untuk itu, Menteri Edhy menyatakan dirinya akan melakukan beberapa pendekatan yaitu pendekatan produktif yang mengarah pada sustainability, human capital, dan social capital.
“Human capital dan social capital ini harus sejalan untuk memberikan pemahaman bagi stakeholder kita karena ternyata banyak juga stakeholder tidak memahami permasalahan yang mereka hadapi,” lanjutnya.
Ia ingin agar konservasi lingkungan yang dilakukan dapat dipahami dan dimengerti masyarakat dengan baik sehingga dalam praktiknya mereka tidak merasa terbebani. Oleh karena itu, berbagai kebijakan konservasi harus disosialisasikan dan dikonsultasikan dengan baik.
“Saya ingin masyarakat mengerti bahwa usaha yang mereka lakukan harus berkelanjutan sehingga mereka tidak cepat puas dengan apa yang sudah didapat. Oh ya sudah, saya sudah cukup dapat segini, tanpa memperhatikan keberlanjutan dan pengembangan usahanya di masa mendatang,” tuturnya.
Ia juga berkomitmen untuk menunjang kegiatan masyarakat dengan penyediaan infrastruktur. Kampung-kampung nelayan yang kumuh akan dibenahi agar nelayan memiliki kehidupan yang lebih layak. Misalnya dengan pembangunan rumah susun khusus nelayan.
“Namun jangan bayangkan rumah susun seperti di Jakarta. Kita akan buat yang nyaman dan sesuai dengan kebutuhan nelayan,” tegasnya.
Selain itu, Menteri Edhy ingin agar nelayan tidak hanya menangkap ikan, tetapi juga dapat melakukan diversifikasi usaha, misalnya dengan membuka usaha kuliner ikan. Menggiatkan sepanjang pantai utara Jawa (Pantura) sebagai pusat kuliner ikan sehingga profesi nelayan punya nilai tambah.
Usai bertemu FKKI, Menteri Edhy secara terpisah juga melakukan pertemuan khusus dengan WWF Indonesia guna membicarakan lebih lanjut mengenai persoalan lingkungan lainnya secara lebih detail. (rdy)