Senin, 9 Desember 2019
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Guna merumuskan kebijakan yang tepat sasaran, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo terus membangun komunikasi dua arah dengan berbagai stakeholder kelautan dan perikanan. Jumat (6/12), Menteri Edhy berdiskusi dan menerima masukan dari pelaku usaha budidaya ikan, pengolah, dan pemasar hasil perikanan Jawa Tengah di Balai Perbenihan dan Budidaya Ikan Air Tawar (PBIAT) Ngrajek, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang.
Turut hadir dalam kesempatan ini Direktur Jenderal Perikanan Budidaya (PB) Slamet Soebjakto, Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) Agus Suherman, dan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah Fendiawan Triskiantoro.
Menteri Edhy menyebut, Jateng merupakan provinsi kunci di Jawa yang tak boleh diabaikan. Oleh karena itu, Jateng akan menjadi salah satu fokus pembangunan industri kelautan dan perikanan ke depannya.
“Saya sudah berbicara dengan Pak Gubernur Jateng. Pada prinsipnya beliau sudah searah, tinggal bagaimana kita jalankan teknisnya karena implementasi adalah kunci. Hari ini saya datang ke salah satu pembenihan ikan di Jateng. Kita siap untuk membangun ini,” ujarnya, disitir laman Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Ia menambahkan, dirinya juga sudah berbincang dengan para Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, termasuk Jateng, di Rakornas Kementerian Kelautan dan Perikanan 2019 yang dilangsungkan pada 4-5 Desember lalu. Tiap daerah telah diminta untuk menyampaikan program-program yang ingin diprioritaskan di wilayahnya ke DPR. Menteri Edhy mengatakan bahwa anggaran tak menjadi masalah utama melainkan bagaimana menciptakan iklim industri perikanan yang kondusif ke depannya.
“Iklim yang kondusif jadi kunci. Jangan belum mulai apa-apa, pelaku usaha sudah suruh bayar IMB dan sebagainya. Kami baru selesai Rakornas dengan seluruh stakeholders. Beri kami waktu untuk mengevaluasi dan merumuskan Permen-Permen yang ada. Tidak akan lama tapi saya tidak mau gegabah,” ucapnya.
Dalam kesempatan ini, Agung Prasetyo, pengolah hasil perikanan dari Purwarejo meminta arahan Menteri Edhy untuk meningkatkan daya saing produk hasil perikanan lokal di pasar. Sebab, selama ini para pengolah terkendala oleh beratnya persaingan dengan produk impor yang memiliki harga jual yang cenderung lebih rendah karena diproduksi secara massal.
“Ongkos produksi kami sudah sangat tinggi, mulai dari bahan baku sampai sarana produksi yang lain sehingga ketika dilempar ke pasar pun harganya sudah tinggi. Sementara itu, kami harus bersaing dengan produk-produk impor yang kemasannya sudah cantik dan harganya murah. Tapi dari kualitas pengolahan, kami yakin teman-teman pengolah tidak kalah. Ini mohon arahan dan regulasi dari Pak Menteri supaya ke depannya kita bisa bertahan. Terlebih, angka konsumsi ikan di Jateng masih rendah. Kami sebetulnya punya potensi luar biasa,” tuturnya.
Merespon hal ini, Menteri Edhy mengatakan bahwa persaingan pasar dengan pengusaha-pengusaha besar memang menjadi tantangan. Meskipun begitu, ia menilai bahwa produk dalam negeri memiliki keunggulan atas keabsahan sertifikasi halal dibandingkan dengan produk impor.
“Nah, bagaimana membuat keunggulan ini jadi nilai ekonomi? Mari kita cari jalan keluar, kita cari model bisnisnya. Kalau perlu, kita bangun pusat pasar industri olahan. Kita kumpulkan di satu titik supaya ada efisiensi. Saya yakin ini luar biasa,” terangnya.
Sementara itu, Sultoni, perwakilan dari Kelompok Pembudidaya Ikan Sidomakmur menyampaikan keluhannya terkait pengajuan kredit usaha kelompok usahanya ke Badan Layanan Umum-Lembaga Pengelolaan Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU-LPMUKP) yang belum kunjung cair. Bergerak di bidang pembenihan ikan arwana silver, Sultoni menjelaskan bahwa kelompok usahanya terdiri dari 38 anggota yang hanya memiliki 100 induk. Namun, di tengah-tengah kelompok, terdapat 25.000 induk yang dimiliki oleh para pengusaha. Untuk itu, pihaknya mengajukan tambahan bantuan modal untuk mengembangkan usaha kelompoknya.
“Kami targetnya punya 100.000 induk. Agunan kami siap, Pak. Kalau ditotal nilai tanah yang kita miliki itu senilai hampir Rp1,5 miliar tapi sampai hari ini belum bisa dicairkan. Mohon ini bisa diperhatikan supaya kami bisa hidup juga di tengah-tengah pengusaha ini,” pintanya.
Menteri Edhy menyampaikan bahwa ia merupakan salah satu orang yang menggagas BLU-LPMUKP. Ia pun mendengar bahwa saat ini bunga BLU-LPMUKP mencapai lebih dari 3 persen, yang tak sesuai dengan awal pembentukannya. Ia menegaskan akan segera menangani hal ini kepada para pihak terkait.
Selanjutnya, Menteri Edhy menerangkan bahwa BLU-LPMUKP sebenarnya hanyalah jaring tambahan di bawah naungan KKP untuk mengakomodir para pelaku usaha yang sulit untuk mendapatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari bank. Ia mengatakan, saat ini Pemerintah tengah fokus mendistribusikan penyerapan KUR untuk usaha rakyat karena tingkat kemacetan pembayaran KUR tak mencapai 1,5 persen. Hal ini berbanding positif dengan tingkat kemacetan kredit umum yang mencapai angka di atas 5 persen.
“Kita termasuk pelaku usaha yang sangat tepat waktu. Sekarang, bunga KUR ini sudah diturunkan oleh Pak Presiden Jokowi dari 7 persen jadi 6 persen. Jumlahnya dari 25 juta ke 50 juta. 50 juta juga sudah tanpa agunan. Nah, jadi KUR ini peluangnya mudah. Makanya kita kelompok budidaya tidak usah ragu,” ungkapnya.
Ia menambahkan, seluruh bank BUMN, termasuk bank daerah seperti BPD Jateng telah sepakat bekerjasama unutk mempercepat penyerapan KUR. Untuk membantu masyarakat, Menteri Edhy pun mendorong para Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan di berbagai daerah, termasuk Jateng untuk memberikan pendampingan pada para pelaku usaha dalam melengkapi syarat permohonan KUR.
Adapun Aan, perwakilan pembudidaya dan pemasar ikan hias dari Magelang menyampaikan keluhannya soal biaya jasa pengiriman yang mengalami kenaikan drastis sehingga memberatkan para pelaku usaha. Selama ini, kelompoknya memasarkan ikan cupang dan ikan gabe ke seluruh wilayah Indonesia maupun pasar ekspor, khususnya Eropa dan Amerika Serikat.
“Biasanya kami pakai jasa pengiriman lancar-lancar saja. Tapi dalam 3 bulan terakhir ini seperti dipersulit, Pak. Yang menjadi masalah utama, ongkos kirimnya sempat dinaikan hingga 10 kali lipat. Kemudian, dalam seminggu ini keluar edaran baru bahwa ongkos kirimnya dinaikan 200 persen, khususnya untuk pengiriman ikan dan tumbuhan. Kami sangat membutuhkan solusi dari Pak Menteri sekiranya dapat mencarikan jalan tengah,” jelasnya.
Terkait hal ini, Menteri Edhy mengatakan bahwa dirinya sudah berkomunikasi dengan Menteri Perhubungan untuk mencari jalan keluar atas kenaikan ongkos kirim jasa ekspedisi. Ia pun menyatakan bahwa Menteri Perhubungan sudah siap membantu dan akan mengkomunikasikannya secara langsung kepada para pelaku usaha terakit.
“Bisa saja kita minta khusus untuk produk perikanan tidak usah dinaikan. Yang dinaikan mungkin untuk barang-barang mewah saja. Silahkan saja kalau orang-orang belanja di kota harganya naik, tapi untuk yang produksi semuanya harus murah supaya semakin banyak orang-orang yang berupaya untuk berproduksi. Dengan begitu, akan semakin banyak lapangan pekerjaan tercipta dan pemasukan pajak untuk negara juga meningkat,” tukasnya.
Menutup diskusi, Menteri Edhy menyampaikan bahwa ia sangat antusias dapat berdiskusi langsung dengan masyarakat Jateng. Ia berharap, diskusi ini menjadi awal komunikasi dua arah yang akan dibangun ke depannya. Ia pun meminta agar Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jateng menjaring usulan dan proposal dari stakeholder kelautan dan perikanan setempat untuk ditindaklanjuti ke KKP.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jateng Fendiawan Triskiantoro menyampaikan apresiasinya atas kehadiran Menteri Edhy yang datang dan berdiskusi langsung dengan para stakeholder kelautan dan perikanan Jateng. Ia menyatakan, Pemprov Jateng akan terus bekerjasama dengan KKP untuk mengoptimalkan industri perikanan di Jateng.
“Kami dari Provinsi dan teman-teman Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten/kota akan berkomunikasi dan berkoordinasi. Insya Allah apa yang bapak sampaikan nanti bisa kita laksanakan bersama,” pungkasnya. (rud)