Senin, 16 Desember 2019
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Pemerintah Indonesia melalui Perutusan Tetap Republik
Indonesia (PTRI) di Jenewa, Swiss resmi mengajukan gugatan terhadap Uni Eropa
(UE) di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO), pada 9
Desember 2019.
Gugatan diajukan terhadap kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) dan
Delegated Regulation UE. Kebijakan-kebijakan tersebut dianggap
mendiskriminasikan produk kelapa sawit Indonesia.
“Indonesia resmi mengirimkan Request for Consultation pada 9
Desember 2019 kepada Uni Eropa sebagai tahap inisiasi dalam gugatan,”
ungkap Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto, Minggu (15/12).
Keputusan ini, lanjut Mendag, dilakukan setelah melakukan pertemuan di dalam
negeri dengan asosiasi/pelaku usaha produk kelapa sawit dan setelah melalui
kajian ilmiah, serta konsultasi ke semua pemangku kepentingan sektor kelapa
sawit dan turunannya.
Menurut Mendag, gugatan ini dilakukan sebagai keseriusan Pemerintah Indonesia
dalam melawan diskriminasi yang dilakukan Uni Eropa melalui kebijakan RED II
dan Delegated Regulation.
Kebijakan-kebijakan tersebut dianggap mendiskriminasi produk kelapa sawit
karena membatasi akses pasar minyak kelapa sawit dan biofuel berbasis minyak
kelapa sawit. Diskriminasi dimaksud berdampak negatif terhadap ekspor produk
kelapa sawit Indonesia di pasar Uni Eropa.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag)
Indrasari Wisnu Wardhana menjelaskan melalui kebijakan RED II, Uni Eropa
mewajibkan mulai tahun 2020 hingga tahun 2030 penggunaan bahan bakar di Uni
Eropa berasal dari energi yang dapat diperbarui.
Selanjutnya, Delegated Regulation yang merupakan aturan pelaksana RED II
mengategorikan minyak kelapa sawit ke dalam kategori komoditas yang memiliki
Indirect Land Use Change (ILUC) berisiko tinggi. Akibatnya, biofuel berbahan
baku minyak kelapa sawit tidak termasuk dalam target energi terbarukan di Uni
Eropa, termasuk minyak kelapa sawit Indonesia.
“Pemerintah Indonesia keberatan dengan dihapuskannya penggunaan biofuel
dari minyak kelapa sawit oleh Uni Eropa. Selain akan berdampak negatif pada ekspor
minyak kelapa sawit Indonesia ke Uni Eropa, juga akan memberikan citra yang
buruk untuk produk kelapa sawit di perdagangan global,” ujar Indrasari
Wisnu. (ki)