Senin, 16 Desember 2019
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Badan Pusat Statistik (BPS) melansir neraca perdagangan pada
November 2019 mengalami defisit sebesar US$ 1,33 miliar dengan total ekspor November US$ 14,01 miliar dan impor US$ 15,34 miliar.
“Pada November ini, ekspor kita US$ 14,01 miliar dan impor kita US$ 15,34
miliar, sehingga neraca perdagangan November 2019 mengalami defisit US$ 1,33
miliar,” kata Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, Senin (16/12).
Defisit tersebut disebabkan oleh defisit sektor migas sebesar US$ 1,02 miliar dan nonmigas US$ 300,9 juta.
Suhariyanto memaparkan defisit yang terjadi pada November 2019 memang cukup
dalam, namun angkanya lebih kecil dibandingkan defisit yang terjadi pada
periode yang sama tahun lalu yakni US$ 2,06 miliar.
Nilai ekspor Indonesia November 2019 mencapai US$ 14,01 miliar atau menurun
6,17% dibanding ekspor Oktober 2019. Demikian juga jika dibanding November 2018
yang mengalami penurunan 5,67%.
Berdasarkan sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari-November
2019 turun 3,55% dibanding periode yang sama tahun 2018, dan ekspor hasil
tambang dan lainnya turun 16,35%. Sementara ekspor hasil pertanian naik 3,50%.
Dengan demikian, secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-November 2019
mencapai US$ 153,11 miliar atau menurun 7,61% dibanding periode yang sama tahun
2018.
Sementara itu nilai impor Indonesia November 2019 mencapai US$ 15,34 miliar atau naik 3,94% dibanding Oktober 2019, namun
jika dibandingkan November 2018 angkanya turun 9,24%.
Peningkatan impor nonmigas terbesar November 2019 dibanding Oktober 2019 adalah
golongan mesin dan perlengkapan elektrik sebesar US$ 146,8 juta atau 8,13%, sedangkan penurunan terbesar
adalah golongan serealia sebesar US$ 69,8 juta atau 22,83%.
Nilai impor kumulatif Januari–November 2019 adalah US$ 156,2 miliar atau turun 9,88% dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya.
Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia pada periode Januari-November
2019 mengalami defisit US$ 3,1 miliar dengan total ekspor US$ 153,1 miliar dan
impor US$ 156,2 miliar.
“Kita semua perlu ekstra hati-hati, karena ekonomi global melambat,
permintaan menurun. Jadi kita perlu ekstra hati,” pungkas Suhariyanto.
(ki)