Jumat, 27 Desember 2019
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Pembudidaya lobster di berbagai daerah perlu mendapatkan
kepastian zonasi melalui peraturan daerah terkait Rencana Zonasi Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) untuk menjadi tempat usaha bagi mereka
dalam membudidayakan komoditas lobster.
“Kepastian alokasi ruang bagi usaha pembudidayaan lobster merupakan hal
yang paling utama,” kata Direktur Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan,
Abdul Halim, Kamis (26/12).
Hal itu, ujar Abdul Halim, perlu disesuaikan dengan Perda RZWP3K yang ada di
masing-masing atau setiap provinsi.
Selanjutnya, ia mengingatkan bahwa hal yang dibutuhkan pembudidaya adalah
kelengkapan dokumen perizinan hingga sertifikat terkait cara budidaya yang baik
untuk lobster.
Kemudian, lanjutnya, penting pula untuk adanya pengaturan harga di tingkat
nelayan penangkap benih, pembudidaya lobster, pengepul dan perusahaan pengolah
atau pemasar lobster yang sudah dibesarkan tersebut.
KKP saat ini tengah menggodok revisi Permen KP Nomor 56 Tahun 2016 dengan
teliti dan hati-hati dengan mempertimbangkan masukan dari seluruh stakeholders
dan para ahli. Tujuannya agar pengembangan budidaya ke depan dapat berjalan
lancar dengan tetap menjamin kelestarian stok di alam.
Menurut dia, bila saat ini di media dan ruang publik banyak sekali
narasi-narasi yang menyudutkan terkait rencana dibukanya ekspor benih, maka
ditegaskan bahwa itu hanyalah salah satu opsi yang muncul dari beberapa dialog
dengan masyarakat nelayan.
“Sampai saat ini belum ada keputusan final apapun berkaitan dengan isu
tersebut. Sekali lagi, saya tidak ingin buru-buru ambil keputusan sebelum
pertimbangan baik buruknya benar-benar matang,” tegas Menteri Kelautan dan
Perikanan Edhy Prabowo.
Namun ia meyakini, pemanfaatan benih lobster untuk kegiatan budidaya jelas
harus didorong, karena bila Vietnam mampu membangun pembesarannya, maka Indonesia
harus lebih mampu dan menguasai pasar lobster konsumsi dunia yang nilai
ekonominya sangat besar.
KKP juga akan bekerja sama dengan beberapa pihak termasuk ACIAR dan Universitas
Tasmania yang telah berhasil membenihkan dan membudidayakan lobster secara
berkelanjutan dan tidak merusak plasma nutfah lobster alam.
Menteri Edhy menjelaskan, pengembangan budidaya ini tidak hanya untuk
memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga berperan sebagai buffer stock, yaitu
melalui pengaturan kewajiban restocking pada fase tertentu.
Oleh karena itu, Menteri Edhy mengajak peneliti, perekayasa, dan akuakulturist
untuk terus berinovasi untuk menciptakan keberhasilan pembenihan (breeding)
lobster dan membuat indukan unggul, sehingga ke depan budidaya lobster tidak
lagi mengandalkan induk matang telur dari alam namun menggunakan indukan
lobster dari hasil breeding yang terprogram.
KKP akan membangun sentra akuakultur berbasis kawasan dan komoditas unggulan,
terutama untuk orientasi ekspor seperti udang, rumput laut, patin, dan
komoditas akuakultur lainnya yakni melalui pengembangan bisnis akuakultur
terintegrasi. (sr)