Senin, 30 Desember 2019
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Pemerintah godok aturan baru terkait harga beli dari
pembangkit listrik berbasis energi terbarukan (EBT) yang akan menggunakan skema
feed in tariff untuk formula harga yang baru.
Aturan ini rencananya dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) yang saat
ini diproses oleh Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg).
Menteri ESDM Arifin Tasrif, Minggu (29/12), menjelaskan bahwa berdasar skema
feed in tarif kali ini harga akan dibedakan berdasarkan jenis sumber EBT-nya,
karena setiap EBT memiliki perbedaan biaya dan teknologi.
“Contohnya geothermal, lain dengan solar panel, lain dengan biomassa,
dengan hydro. Kalau geothermal kan mirip-mirip migas, mengebor dan
survei,” jelas Arifin.
Menteri ESDM memastikan, kebijakan baru ini bertujuan agar ramah investor
serta tidak merugikan investor. Dengan skema yang baru ini diharapkan
pembangunan pembangkit EBT tetap berjalan.
“Kan kemarin feed in tarif diberlakukan untuk semuanya, sehingga tidak
jalan. Yang costnya mahal, masa mau dijual murah, malah rugi,” ungkap
Arifin.
Selain itu saat ini sedang digodok bahwa masa berlakunya akan disesuaikan
dengan depresiasi cost yang akan terus menurun sehingga beban PLN tidak terlalu
berat. “Supaya ke depan beban PLN tidak terlalu berat, jangan dipukul rata
semua, padahal biayanya sudah turun, kan ada depresiasi,” jelas Arifin.
Kebijakan baru ini akan menggantikan formula harga pembangkit listrik EBT saat
ini dihitung berdasarkan biaya pokok penyediaan (BPP) yang ditetapkan PLN
seperti tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM nomor 50 Tahun 2017.
Formula baru ini menjadi salah satu upaya pemerintah untuk mencapai pemanfaatan
EBT sebesar 23 persen di dalam bauran energi (energy mix) di 2025 sesuai
Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). (sr)